BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi
Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU)
merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi
kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan
penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan
sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber
daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat
maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi
berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang
sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan
KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan penyegaran
pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi
kontrasepsi maupun perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan KB bagi masyarakat. Tidak
dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan.
Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan. Bidan
merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam Kepmenkes
No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan
praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan
kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan.
Para anggota IBI diharapkan dapat
meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi, peralatan,
sarana, prasarana, dan manajemen klinik. Oleh
karenanya, melalui pelatihan ini
diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar
sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan jumlah akseptor KB.
B. Rumusan Maslah
1.
Apa yang dimaksud dengan kontrasepsi Terkini ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi terkini
2.
Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi terkini
terhadap pelayanan kebidanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi asal
kata dari ‘kontra’ yang berarti mencegah/ menghalangi dan ‘konsepsi’ yang
berarti pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi
diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam
cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.
Menurut Kamus BKKBN (2011)
Kontrasepsi adalah Obat atau alat untuk mencegah
terjadinya konsepsi (kehamilan). Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu
kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi
non-hormonal (IUD, Kondom).
Sampai sekarang
cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu
kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan; 4. Tidak
menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus; 5. Tidak memerlukan motivasi
terus-menerus; 6. Mudah pelaksanaanya; 7. Murah harganya sehingga dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima penggunaanya oleh
pasangan yang bersangkutan.
B. Metode Kontrasepsi Terkini
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive
Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran
informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini,
tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan
sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber
daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat
maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi
berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik
yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi
keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode mudah
yang memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dan infeksi/ penyakit
menular seksual, termasuk HIV. Pendekatan non-steroid akan mengatasi kebutuhan
perempuan yang ingin menghindari efek samping dari metode hormonal umum,
sementara pendekatan non operasi untuk sterilisasi bisa lebih aman bagi
perempuan yang tidak ingin anak lagi.
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman
yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan.
Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa
aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi ketimpangan yang
menyolok antara pria dan perempuan. Sampai hari ini, jenis dan jumlah alat dan
obat kontrasepsi masih didominasi bagi perempuan. Sementara itu, pemahaman
perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan
kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria. Tidak aneh apabila dalam praktek
sehari-hari bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi
perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004). Pada beberapa dekade
terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan
keamanan kontrasepsi pria. Idealnya
kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat
reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam
semen). Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit bila
dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita. Hal ini karena
jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan
wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya. Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria
terutama dalam hal:
1.
Menekan jumlah
sperma yang dikeluarkan.
2.
Variasi waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai keadaan azoospermia.
3.
Meminimalkan efek
metabolik yang tidak diinginkan.
Selain
metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai penelitian kontrasepsi pria telah
difokuskan pada metode immunocontraception (Suri, 2005). Metode ini pada
prinsipnya juga didasarkan pada metode hormonal dan telah dikembangkan sampai
tahapan uji klinik pada manusia. Disamping itu dilakukan pula penelitian dengan
metode SMA (Styrene maleic anhydride) yaitu metode non bedah yang menggunakan
pendekatan metode non hormonal untuk kontrasepsi pria. Cara kerjanya melalui
perusakan membran sperma, mengurangi fungsi sperma, dan menghambat fertilisasi.
Dari review berbagai penelitian juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat
kontrasepsi non-hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al,
2005).
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan sampai
saat ini masih belum dapat diedarkan di pasaran sebagai mana alat kontrasepsi
pada perempuan. Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan
untuk kepentingan program keluarga berenacana. Untuk itu perlu pemahaman lebih
lanjut agar perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua
pihak.
Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi memang
terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat kontrasepsi. beberapa alat
kontrasepsi diantaranya :
1. Metode Sederhana
a.
Metode tanpa
alat
1)
KBA
2)
Metode kalender
a)
Mekanisme kerja
Metode kalender menggunakan prinsip berkala yaitu tidak melakukan persetubuhan pada masa subur
istri. Untuk menentukan masa subur istri
digunakan tiga patokan, yaitu :
1.
Ovulasi terjadi 14 hari
sebelum haid yang akan datang.
2.
Sperma dapat hidup dan
membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.
Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi
Nampaknya cara ini
mudah dilaksanakan , tetapi dalam
praktiknya sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat, karena hanya
sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, dan juga dapat terjadi variasi
terutama pascapersalinan dan pada
tahun-tahun menjelang menopause.
b)
Cara menentukan masa aman
Pertama dicatat lama siklus haid selama tiga bulan terakhir, tentukan lama siklus haid terpendek dan terpanjang. Kemudian sikus haid terpendek
dikurangi 18 hari, dan siklus haid terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang
diperoleh merupakan rentang masa subur.
Dalam jangka waktu subur tersebut
pasangan suami istri harus pantang
melakukan hubungan seksual, sedangkan
diluar waktu tersebut merupakan masa
aman.
3)
Metode pantang berkala
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam metode KB pantang berkala dapat diambil suatu
rangkuman sebagai berikut :
a)
Prinsipnya adalah tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur. Patokan masa subur adalah
sebagai berikut :
1.
Ovulasi terjadi 14 hari
sebelum haid yang akan datang
2.
Sperma dapat hidup dan
membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.
Ovum dapat hidup selama 24 jam
setelah ovulasi
b)
Enam langkah
menentukan masa aman dalam
pantang berkala
1.
Tentukan siklus haid terpendek
2.
Tentukan siklus haid terpanjang
3.
Siklus haid terpendek dikurangi
18
4.
Siklus haid terpanjang
dikurangi 11
5.
Tentukan masa ovulasi
6.
Tentukan masa aman
4)
Metode Suhu Basal
Cara lain untuk menentukan masa aman
ialah dengan suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi suhu basal tubuh akan
turun dan kurang lebih 24 jam setelah
ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi dari pada suhu sebelum
ovulasi. Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan waktu ovulasi. Suhu basal
dicatat dengan teliti setiap hari. Suhu basal diukur waktu pagi segera setelah
bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas.
Penggunaan suhu basal dan penentuan masa aman akan meningkatkan daya
guna pantang berkala. Namun suhu basal tubuh dapat pula meningkat pada beberapa
kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur yang tidak teratur. Oleh
karena itu dianjurkan untuk tidak melakukan hubunganseksual sampai terlihat
suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu pagi) berturut-turut. Panjang siklus
haid yang teratur adalah 28-30 hari. Dengan mengenal tanda-tanda premenstruasi
maka saat ovulasi dapat diperkirakan.
a)
Efek samping
Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi.
Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat
berhubungan.
b)
Daya guna
Gana guna
teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna pemakaian
ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna dapat ditingkatkan
dengan menggunakan pola cara rintangan, misalnya kondom atau spermisida
disamping pantang berkala.
5)
Metode lendir serviks
Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950-an oleh dua
orang dokter warga Negara Australia yaitu DRS. Evelyn dan John Billing. Validasi metode ini dilakukan
dengan menghubungkan pengawasan
terhadapa perubahan lender servik wanita yang dapat dideteksi di vulva dan
peningkatan jumlah estrogen pada fase folikuler siklus menstruasi. Pola yang
diidentifikasi menunjukkan bahwa seorang wanita dapat memperkirakan masa
ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan perubahan basal tubuh.
Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh
estrogen. Pola yang tidak subur dapat
dideteksi baik pada fase pra ovulasi maupun pasca ovulasisiklus menstruasi.
Wanita tidak boleh melakukan
penyemprotan untuk membersihkan vagina karena tindakan ini dapat menghilangkan
cairan vagina. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi adalah sebagai
berikut :
·
Pada bagan terdapat beberapa
hari setelah menstruasi dimana wanita
memiliki pola kering pada vulva yang tidak berubah.
·
Selanjutnya fase praovulasi
·
Hari-hari tidak subur pasca
ovulasi dimulai pada hari keempat setelah masa puncak dan berlanjut sampai
menstruasi.
Pasangan yang ingin menghindari kehamilan harus
mengikuti beberapa aturan sebagai berikut :
a)
Peraturan hari awal
1.
Hubungan seksual harus
dihindari selama hari-hari perdarahan menstruasi yang berat. Lender serviks
dapat tidak terdeteksi karena ada perdarahan menstruasi
2.
Hubungan seksual diperbolehkan
setiap 2 malam selama hasil pengamatan menunjukkan BIP. Sehari setelah
melakukan hubungan seksual dipertimbnagkan sebagai hari subur karena ada cairan
semen yang dapat menghalangi pengamatan terhadap lendir.
3.
Apabila terlihat perubahan dari
BIP, maka pasangan tidak boleh melakukan hubungan pada hari tersebut dan
hari-hari berikutnya selama masih terjadi perubahan dan tiga hari kemudian
ketika BIP kembali
4.
Biasanya perubahan dari BIP
mengidentifikasikan dimulainya fase subur, semua perubahan ini berlanjut hingga
hari puncak.
b)
Peraturan pada hari puncak
yaitu hindari hubungan seksual sampai hari keempat setelah hari puncak
diidentifikasi.
6)
MAL
MLA
merupakan metode kontrasepsi alamiah yang mengandalkan pemberian ASI pada
bayinya. Akan tetap mempunyai
efek kontrasepstif apabila menyusukan
secara penuh (eksklusif), belum
haid dan usia bayi kurang dari 6
bulan. Mal berfungsi
efektif
hingga 6 bulan, dan bila tetap belum ingin
hamil, kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain setelah bayi berusia 6 bulan.
Konseling yang
dilakukan kepada klien harus jelas dan informatif, sehingga pencegahan
kehamilan dapat terjadi, seperti : memberikan ASI (secara penuh) dari kedua payudara
sesuai kebutuhan (sekitar 6-10 kali per
hari), memberikan ASI paling
sedikit satu kali pada malam hari (tidak boleh lebih dari 4-6 jam diantara 2
pemberian), tidak
menggantikan
jadwal pemberian ASI dengan makanan/cairan lain, jika frekuensi menyusukan kurang dari 6-10 kali @
60 ml per hari atau atau bayi tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI),
maka MLA kurang dapat diandalkan untuk metode kontrasepsi, serta menggantikan jadwal
pemberian ASI dengan makanan atau suplemen lainnya maka daya hisap bayi akan
berkurang sehingga mengurangi efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA
Mekanisme kerja pada MAL adalah dengan adanya sekresi GnRH yang tidak teratur akan menganggu pelepasan hormon FSH (follicle
stimulating hormone) dan LH (leutinizing hormone) untuk menghasilkan sel telur
dan menyiapkan endometrium, penghisapan ASI yang
intensif secara berulangkali akan menekan sekresi hormon GnRH (gonadotrophin
releasing hormone) yang mengatur kesuburan, sehingga rendahnya kadar hormon FSH dan LH menekan
perkembangan folikel di ovarium dan menekan ovulasi.
b.
Perkembangan Metode dengan alat
a.
Mekanis
1)
Kondom
'spray-on'
Seorang penemu di
Jerman telah membuat kondom dengan sistem semprot. Dengan kondom ini, dijamin
tak akan ada lagi yang bingung mencari kondom yang sesuai sebab kondom akan
menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut sang penemu, Jan Vinzenz Krause,
direktur Institute for Condom Consultancy Jika pergi ke toko obat untuk membeli
kondom, yang kebanyakan dijual adalah yang pas untuk pria dengan panjang penis
rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang yang memiliki penis lebih kecil atau
lebih besar dari ukuran itu. Maka Krause menciptakan kondom yang disebut kondom
'spray-on' dengan sistem pompa yang menyemprotkan lateks cair ke alat kelamin
dalam hitungan detik. Krause telah mengajukan hak paten untuk sistem
penyemprotan lateks yang ia ciptakan. Ia
mengaku sudah memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya ini dalam
percobaan dapat menyesuaikan ukuran dengan ukuran yang paling besar sekalipun.
Untuk menggunakan
kondom semprot ini, pria memasukkan penisnya ke dalam tabung dan menekan tombol
untuk menyemprotkan lateks cair dari cartridge yang bisa dilepas. Karet lateks
akan mengering dalam hitungan detik. Setelah selesai digunakan, kondom ini bisa
dilepas seperti kondom biasa. Waktu yang dibutuhkan agar lateks dapat mengering
adalah sekitar 20 - 25 detik. Tapi Krause sedang mengupayakan agar waktunya
bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik.
Dalam survei yang
lakukan, ditemukan ada 2 tanggapan yang berbeda dari para pria. Beberapa pria
mengatakan itu ide yang hebat dan akan sangat membantu karena sulit menemukan
kondom yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak bisa membayangkan cara
penggunaannya. Masalahnya adalah karena memakai kondom dianggap mengganggu
hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan harga yang lebih mahal daripada
kondom konvensional.
2)
Kondom Spray
Sebuah perusahaan Cina
bernama Blue Cross Bio-Medical menawarkan suatu spray kondom (foam
condom) yang dibuat dari silver “nanotech” partikel. Alat kontrasepsi terbaru
dengan spray condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi laki-laki tetapi
digunakan oleh pihak wanita.
Penggunaannya busa spray tersebut
disemprotkan ke vagina, setelah itu busa spray akan membentuk
semacam selaput dan mencegah konsepsi serta melindungi terhadap infeksi.
Semprotan spray menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya,
yang sudah terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehingga
memberikan spermicide dan antiseptik pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit
menular seksual (PMS).
3)
Pemanasan
Telah lama
diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada bagian testis dapat menekan
pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara kenaikan suhu yang lebih lama
dapat mempengaruhi patologi testis dan terjadinya cryptorchidism, varicocele
serta ketidaksuburan sementara.
Penelitian klinis
yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari alat pembungkus bagian scrotal
untuk digunakan sebagai metode kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan
penurunan yang reversible terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk
dijadkan metode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang
meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih
lanjut masih terus dilakukan.
·
Suspensory
Alat ini dirancang
untuk menjaga testis pada tempatnya, meningkatkan temperaturnya yang berdampak
pada berkurangnya produksi sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam
pria ini, harus digunakan setiap hari agar efektif.
·
External Heat
Sumber panas dari
luar ini mirip dengan suspensory yaitu meningkatkan temperatur disekitar alat
vital untuk mengurangi produksi sperma. Karena tergantung dengan temperatur
tubuh, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan menggunakan suspensory.
Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan bisa digunakan untuk membuat
temperatur tubuh meningkat dan produksi sperma berkurang.
c.
Kimiawi
Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom
dan lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung dengan
alat kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih baik untuk
mencegah kehamilan.
2. Metode Modern
a.
Kontrasepsi hormonal
1)
Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin
bermacam pilihan dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan suami
isteri untuk menentukan metode keluarga berencananya. Selama ini alat
kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita. Namun dengan
penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi
suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa
bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir
penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria
tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah. Keterlibatan laki-laki
dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah. Selain
kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk menghambat transportasi sperma)
merupakan pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria.
Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti
kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron. Berdasarkan uji
coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron
terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.
2)
Desogestrel
Selain itu para peneliti di
Manchester telah mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan pada pil
kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan
sebagai kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan
menghentikan produksi testosterone di testis sehingga produksi sperma juga
terhenti, sedangkan koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone
yang diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka
pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar). Akan
tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan
kontrasepsi hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap penelitian
lebih lanjut, walaupun tidak mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi
hormonal untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal
untuk wanita.
3)
Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron
ester (testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika
Serikat tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg
intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis. Pada relawan
laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya azoospermia
pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45
persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter
antar negara tentang penggunaan adrogen tersebut. Hasilnya apabila telah
terjadi azoospermia dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen
dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada
penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron
enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan
pertama, sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia
berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain. Androgen
meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral tulang, dan menurunkan
lemak tubuh. Tergantung dasar penilaian yang dipakai, bagi beberapa laki-laki
dari negara sedang berkembang hal tersebut dapat dilihat memberikan benefit
yang positif. Kadar testosteron darah yang melibihi nilai ambang batas
fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.
4)
Androgen dan Kombinasi dengan
Progestin
Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya
progestin, akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk
kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik. Beberapa
jenis progestin dan testosteron pernah diteliti sebelumnya. Penilitian beberapa
waktu membandingkan pengaruh injeksi testosteron enthantate 100 mg/ minggu
dengan testosteron yang dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral
dengan dosis 250 µg per hari. Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen
dengan progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa
progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau oligozoospermia
dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk kombinasi androgen
dengan progestin dan14,4 minggu untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya
dapat membuktikan bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg
per hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan
dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per oral. Testosterom
enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi depotmedroksi progesterone
acetat (DMPA), desogestrel oral, dan cyproterone acetate (progestin dengan
antiandrogenik). Pada semua penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat
efek androgen. Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill
levonogestrel (250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan
secara i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone
enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi azoospermia,
sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi semakin lemah. Demikian
juga kombinasi antara testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA (300
mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya
injeksi, testosteron tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral
atau implan memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya
berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang atau baru saja diselesaikan
antara lain: 1) kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi
norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel impan, 2) testosteron peelt
dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau etonogestrel impan, 3) 7-α
metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel impant, dan 4)
testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan. Cyproterone
acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang sangat kuat sekali.
Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan kadar serum
testosteron dan hipogonadism. CPA dikombinasi dengan testosteron enanthate (100
mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan
azoospermia atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji.
Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA
(50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun testosteron diberikan
pada dosis fisiologis. Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan
menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat
kontrasepsi pria. Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah
dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum
dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor
(SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang bekerjanya
dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target tertentu, atau
bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat yang berbeda.
Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor tertentu (selective
oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan
raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang tetapi antagonis di payudara.
Tamoxifen bekerja agonis di uterus, raloxifen tidak. MENT adalah modulator
selektif androgen reseptor yang bekerja agonis pada glandula pituitaria dan
otot tetapi kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron.
Pada penelitian klinis, MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada
laki-laki yang mengalami defisiensi androgen. Atas dasar beberapa penelitian
ini pabrik farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari,
tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum
tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat. Demikian juga
SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap gonadotropin yang
mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek minimal pada metabolisme lipid
dan karbohidrat. Secara teoritis, hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi
dan dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.
5)
Androgen dan GnRH Antagonis
GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk
tidak menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk
memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika diberikan
dengan dosis yang tinggi,atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki maka
akan terjadi supresi pengeluaran hormone LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan sampai kondisi
azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis (diberikan secara
injeksi subkutan secara harian) dan dikombinasikan dengan androgen akan
memiliki pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan
gatal-gatal dikulit, karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar
tubuh.
6)
Androgen dan Kombinasi dengan
Estrogen
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa
kombinasi estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari
spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan memiliki
potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya gynaecomastia.
Sementara itu, estrogen juga memiliki efek menguntungkan pada tulang serta
menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek
estradiol dan testosteron yang semula diduga memilki efek additif.
b.
Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1)
Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode
kontrasepsi bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa. salah seorang peneliti
dari universitas Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti
khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi
pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid,
Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan
adalah seluruh bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa memiliki
sifat antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian tersebut sudah memasuki
uji klinis. Menurut Drs. Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini
mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim
hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel
telur. Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36 subyek sehat dan
subur. Setelah itu, obyek penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia
subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil
maksimal. Tidak terjadi kehamilan pada si wanita. Dalam uji coba ketiga ini
Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada sekira 350 pasangan muda
subur. Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan
hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat
kapsul dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bukan hanya satu atau dua tahun,
tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan
masyarakat. Mulai mencari bahan, memproses secara ilmiah yang benar-benar
steril, hingga pengujian di masyarakat. Dalam uji coba itu, pasangan muda harus
minum kapsul setiap hari sekali selama 30 hari. Serangkaian penelitian panjang
selama bertahun-tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak daun gandarusa
sudah terbukti efektif untuk mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski
berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil KB pria ini secara teratur
kelahiran bisa dicegah. Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB tersebut
mengaku makin jantan. Saat ini proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga
2012 diperkirakan pil KB pria pertama di dunia ini bisa dikonsumsi oleh
masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan
pil KB khusus pria ini tak akan mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang
mengharapkan tidak ada penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya. Pria
yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan
batinnya, tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan. Jadi tak perlu takut.
Hanya saja yang perlu dicatat adalah jika benar ini sudah diedarkan
jangan sampai disalah gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan
oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat. Menurut situs Wikipedia,
tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa juga memiliki efek
analgetik, antidiuretik. Menurut salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini
Hartini, Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.
2)
Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non
hormonal mempunyai onset yang cepat dan sedikit dipengaruhi oleh fungsi
psikologi lainya yang berkaitan dengan fungsi androgen. Sumber potensial alami
dari kontrasepsi non-hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium.
Obat non hormonal lainnya yang potensial dan reversibel antara lain adalah vaksin
dan suntikan styrene maleic anhydride (SMA) yang disuntikan kedalam vas
deferen.\
Obat yang
berasal dari sumber natural yang telah banyak diuji cobakan sebagai kontrasepsi
pria adalah gossypol. Gossypol berasal dari tanaman kapas dan dapat menghambat
pergerakan sperma dan pematangan sperma (spermatogenesis). Studi yang dilakukan
di China menemukan bahwa gossypol menekan spermatogenesis pada sebagian besar
pria, tetapi oligospermia tidak terjadi secara konsisten dan reversible.
Gossypol juga dapat menyebabkan turunnya kalium dalam darah (hipokalemia). Neem
dan tripterygium juga berasal dari tumbuhan dan keduanya digunakan
sebagai kontrasepsi pria. Keduanya menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang
dilakukan pada percobaan pada binatang. Neem adalah tanaman asli dari
India, dan sudah digunakan untuk percobaan dalam pengobatan. Tripterigium
wilfordii (TW) dan tripterigium hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan
yang berasal dari genus yang sama, dan telah lama digunakan sebagai pengobatan
tradisional China. Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji
cobakan untuk kontrasepsi pada manusia. Dari beberapa penelitian yang ada,
Lopez et al (2005) menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi bahwa obat-obat
tersebut memiliki pengaruh terhadap sperma, namun belum cukup bukti untuk
menjadikan obat-obat tersebut sebagai obat kontrasepsi dalam program kesehatan
masyarakat. Gossypol masih memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi
yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau tidak sempurna. Penelitian TW
dan TH perlu dilanjutkan karena masih sedikitnya bukti-bukti yang nyata tentang
pengaruh obat tersebut terhadap sperma.
Metode
nonhormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan ketergantungan pada peran
hormon androgen relatif lebih rendah. Dari review berbagai penelitian dapat
disimpulkan bahwa kontrasepsi non-hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al,
2005). Namun demikian, kombinasi hormon
progestin dan testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat non-hormonal.
Pada umumnya, baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan keamanan
masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji klinik yang
lebih besar. Pendekatan non hormonal mempunyai beberapa keuntungan potensial
dibandingkan pendekatan hormonal.
3)
Nifedipine
Adalah
jenis obat yang termasuk calcium channel blockers (CCBs). Penelitian
menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam membran sel sperma. Hal
itu akan berdampak menghambat kerja sperma tetapi tidak berpengaruh pada
produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah spermanya tetap
tetapi fungsinya menurun.
c.
Ultrasound
Saat
ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji apakah
gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria. Penelitian
ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui cukup aman
menghentikan produksi sperma selama enam bulan. Prinsip
kerjanya adalah menembakkan ultrasound ke testis supaya produksi sperma turun sampai
tingkat nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi
atau kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk mencari tahu
cara mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada kemungkinan
pria ingin memiliki anak lagi.
Mengembalikan
kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti memproduksi sperma
dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak subur sementara.
Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan,
dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-hormonal dengan satu kali
perawatan. Dr Tsuruta juga menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum
digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau klinik terapi
fisik. Maka itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah
menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.
d.
Implant
1)
Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit
(Hanafi, 2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung
levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri silicon
dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan dibawah kulit adalah
sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul panjangnya 44 mm masing masing batang
diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui
dinding kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil
KB seperti mini pil atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009)
2)
Jenis
a) Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm,
dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5
tahun.
b) Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan
diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3
tahun.
c) Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama
kerjanya
3)
Mekanisme Kerja
Mekanisme
kerja implant :
·
Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
·
Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
·
Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
4)
Keuntungan
Keuntungan
kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang sampai 5
tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca pencabutan, bebas dari pengaruh
estrogen, tidak mengganggu senggama, tidak mengganggu ASI
5)
Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian
implant adalah:
·
Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
·
Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan
implant.
·
Biaya Lebih mahal.
·
Sering timbul perubahan pola haid.
·
Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
·
Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang
mengenalnya.
·
Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
e.
AKDR
1)
Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya
memasukkan perintang ke dalam organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal
sejak ratusan tahun silam. Namun produk intrauterine device (IUD) dalam
versi lebih modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R. Richter. Penelitian
lebih lanjut dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat
kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan
tembaga. Pada tahun 1996, muncul IUD yang bisa menghasilkan hormon juga. IUD
cukup populer sebagai salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan
penggunaannya jangka panjang. Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab
perdarahan bercak pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD. Tetapi,
sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari
logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi dan
mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan IUD oleh
Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun 1959. Pada
saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang paling popular dan diterima
oleh program Keluarga Berencana di setiap negara. Sekitar 60 – 65 juta wanita
di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di China. AKDR termasuk
salah satu kontrasepsi yang sangat efektif. AKDR mempunyai kemampuan mencegah
kehamilan yang dinilai sangat efektif. Selain kemudahan dalam pemasangan juga
mudah untuk lepas spontan (ekspulsi). Sebagian besar AKDR dilengkapi dengan
tali (ekor) agar mudah mendeteksi. Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak
yaitu AKDR polos (inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper bearing
IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated IUD)
2)
Mekanisme Kerja
1.
Mekanisme kerja AKDR
menimbulkan reaksi radang di endometrium, disertai peningkatan produksi
prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga,
yang mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan
estrogen serta menghambat transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung
tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang.
Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma atau
ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memeperlihatkan
degerasi mencolok
2.
Pengawasan hormon secara dini
memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang
mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan
mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga
digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan
produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya .
3)
Efek Samping
·
Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus
menstruasi, spoting akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif
sering mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.
·
Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih
pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-rata
yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya siklus haid berubah menjadi
21 hari.
·
Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
·
Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
·
Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang lebih banyak.
·
Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis
bacterial yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan
Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
·
Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi
benang AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan
pendarahan.
f.
AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran yang
lebih kecil dari AKDR mirena. Mengandung levonorgestrel. Jenis Skyla ini dapat
digunakan dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat digunakan dalam
jangka waktu 5 tahun. Skyla dapat digunakan oleh wanita yang belum memiliki
anak dan mirena digunakan pada wanita yg sudah memiliki anak.
Jenis AKDR yang
lain adalah AKDR progestin dengan dua jenis yaitu prigestase yang mengandung
progesterone dan mirena yang mengandung levonorgestrel. Cara kerjanya menutup
jalan pertemuan sperma dan sel telur, mengurangi jumlah sperma yang bisa masuk
tuba falopi (tempat sel telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan tidak
siap ditempati sel telur, serta meng-inaktifkan sperma.
Kontrasepsi ini sangat efektif dan
bisa dipasang selama satu tahun. Keuntungan
lainnya adalah tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan cepat kembali, dapat
digunakan bersama dengan obat tuberculosis, epilepsi, dan hormon estrogen untuk
wanita perimenopause. Keterbatasannya perlu dilakukan pemeriksaan dalam, harga
dan pemasangan relatif mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus, menyebabkan
amenore pada penggunaan jangka panjang, menurunkan kadar HDL kolesterol, memicu
pertumbuhan mioma dan kanker payudara, serta meningkatkan resiko rangang
panggul. Kontraindikasi pengguna AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan
keguguran), perdarahan per vagina yang belum jelas penyebabnya, keputihan,
menderita salah satu penyakit reproduksi, dan menderita kanker.
AKDR progestin bisa dipasang selama
siklus haid, 48 jam setelah melahirkan, enam bulan pertama untuk ibu yang
menyusui secara eksklusif, serta pasca keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian Progestin
adalah versi sintetis dari progesteron, yaitu hormon seks wanita, yang
memainkan peran penting dalam kehamilan. Progestin adalah salah satu hormon
yang digunakan dalam terapi penggantian hormon yang banyak digunakan untuk
mengobati gejala-gejala menopause. Akan tetapi, suntikan progestin juga telah
dikaitkan dengan kegagalan perawatan kesuburan. Peneliti menemukan risiko baru
dalam penelitian terhadap ketiga kelompok wanita tersebut. Semua alat kontrol
kelahiran yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan tidak satupun
dari peserta mengalami perubahan berat badan dan peningkatan kadar kolesterol
atau tekanan darah.
g.
IUD pascaplasenta
Segera pemasangan AKDR (dalam 10 menit
dari plasenta lahir) adalah aman bila dibandingkan dengan periode waktu postpartum kemudian
dan selang pemasanagan. Segera setelah postpartum pemasangan AKDR menunjukkan tingkat pengeluaran
lebih rendah bila dibandingkan dengan tertunda
pemasanagan selama postpartum dengan tingkat lebih tinggi dari jarak
pemasanagn. Pemasanagan Segera setelah
kelahiran sesar menunjukkan tingkat pelepasa yang rendah daripada langsung
pemasangan setelah kelahiran normal. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan risiko
komplikasi antara wanita yang memiliki IUD dimasukkan selama periode
postpartum, namun beberapa kenaikan tarif pengusiran terjadi dengan pemasangan tertunda
postpartum bila dibandingkan pemasanagan segera dan dengan pemasanagan langsung bila dibandingkan dengan pemasanagan dengan jarak.
Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan tingkat
pengusiran rendah daripada postplacental setelah
kelahiran pervagina, tanpa
peningkatan angka komplikasi pasca operasi.
3.
Metode Operasi
a.
MOW (Metode Operasi Wanita)
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan. Karena alasan tertentu
misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat
kontrasepsi berupa sterilisasi.
Metode
sterilisasi ini untuk sebagian wanita
merupakan suatu hal yang meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya
menggunakan sayatan, sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan
cenderung menimbulkan ketakutan.
1)
Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a)
Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi
ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di
bagian perut.
b)
Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini
dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2
cm di bagian perut.
Dengan metode dan
teknik sterilisasi histeroskopi
ini diharapkan pasien yang menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena
peralatan-peralatan yang digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan
bentuk yang sangat kecil. Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan
oleh dokter yang ahli maka akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan memasukkan alat
sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ vital
wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan tepat dokter dapat menentukan
saluran telur.
b.
MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita,
yakni operasi tanpa sayatan pada perut mulai dikembangkan. Teknik tersebut
menggunakan pendekatan histereskopi streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua
teknik operasi sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm
pada perut (minilaparatomi) atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm
pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan
sejak lama dan terus dimodifikasi sehingga lebih aman dan nyaman. Sekarang,
dengan teknologi terkini dan penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat
kecil serta menggunkan bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima
dunia kedokteran dan masyarakat awam. Teknik ini menggunkan alat berupa
histereskopi yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.
c.
MOP (Metode Operasi Pria)
1)
RISUG (Reversible Inhibition
of Sperm Under Guidance)/ Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah Bimbingan.
Metode ini
pertamakali ditemukan di India oleh seorang profesor biomedis dari Indian
Institute of Technology bernama Sujoy K. Guha. RISUG terdiri dari campuran
bubuk stirena maleat anhidrida (SMA) dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang
dihasilkan disuntikkan ke vas deferens untuk melapisi dinding vas deferens dan
memblokir lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang bekerja di dalam saluran vas deferens atau saluran yang
berfungsi untuk mengalirkan sperma. Salah satu keuntungan dari metode ini
adalah karena bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat kembali apabila
diinginkan. Suntikan ini sangat efektif dan per dosis bisa bertahan hingga 10
tahun. Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya bisa disesuaikan dengan
kebutuhan.
RISUG disuntikkan
melalui metode yang mengekspos vas deferens seperti pada metode vasektomi tanpa
pisau bedah. Setelah penerapan anestesi lokal, dokter membuat
lubang di kulit skrotum yang sangat kecil sehingga tidak memerlukan jahitan
tetapi membuat vas deferens mudah terlihat. Proseurnya dengan menyuntikan
bahan sejenis polymer yang berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens,
sehingga gel tersebut akan melapisi bagian dalam dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur biasanya membutuhkan waktu kurang
dari 15 menit. Gel polymer
tersebut nantinya akan membunuh setiap sperma yang melewati saluran vas
deferens sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Kemudian apabila pria
menginginkan kesuburannya kembali baik dalam hitungan bulan ataupun tahun, maka
bahan polymer akan dibersihkan dari saluran vas deferens melalui suntikan lain.
d.
Vasektomi
Vasektomi
artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga
terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran
benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu/tersumbat.
Teknik
Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria bila dibandingkan
teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para ahli bedah hanya
membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit. Sedangkan untuk menyelesaikan teknik
Vasektomi konvensional para ahli bedah umumnya membutuhkan waktu yang lama
yaitu 20 - 30 menit. Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun
konvensional pasien dapat segera kembali bekerja. Namun pada Vasektomi yang
konvensional, beberapa pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah
divasektomi. Lebih dari itu penelitian menemukan bahwa 1% dari metode Vasektomi
yang konvensional dapat menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan,
hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Teknik
yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel
benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu (no scalpel vasectomy), melainkan
dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa
sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya
sama-sama bikin buntu pipa penyalur sel benih .
4.
Vaksin Kontrasepsi
Upaya mengembangkan vaksin untuk mengendalikan
fertilitas telah dilakukan sejak tahun tigapuluhan menggunakan sperma, ovum
(telur), dan hormon sebagai antigennya (Delves, Luna, Roitt, 2002). Namun
demikian baru pada sepuluh tahun terakhir ini mulai adaindikasi keberhasilan
dalam pengembangan vaksin untuk kontrasepsi, yang telah dibuktikan efikasinya
pada manusia dan binatang (Jone, 1988). Vaksinasi terhadap hormon pengendali
reproduksi sangat menjajikan dimasa depan. Kemungkinan yang paling menjajikan
adalah mengatur hormon yang mengendalikan produksi gametes atau mempengaruhi
kelangsungan hidup dari telur yang telah dibuahi (fertilized egg). Namun
demikian, vaksinasi dapat pula ditujukan untuk menghalang-halangi terjadinya
pembuahan (fertilisasi), yaitu dengan jalan merangsang timbulnya antibodi, yang
titik tangkapnya terletak pada protein didinding permukaan gametes sehingga
sperma tidak dapat menembus dinding telur.
Berikut akan disampaikan secara singkat perbedaan kedua
cara kerja vaksin tersebut.
a)
Pengendalian Hormon Reproduksi
Baik pada perempuan atau laki-laki, proses gametogenesis
dikendalikan oleh hormone “follicel stimulating hormone” (FSH) dan “luteinizing
hormone” (LH) (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b).
Produksi kedua hormon ini oleh glandula pituitaria (pituitary gland)
diatur atau diregulasi oleh hormon pelepas gonadotropin yang berasal dari
hipotalamus, yaitu “the hypothalamic gonadotropin releasing hormon” (GnRH)atau
disebut hormon pelepas-LH atau LH-RH. FSH dan LH juga mengatur proses pembentukan
steroid pada gonade (gonadal steroidegenesis) melalui interaksi dengan reseptor
FSH dan LH, yaitu FSH-R dan LH-R (Gambar 2). Hormon yang berbeda telah
ditemukan dengan target yang berbeda pula antara pria dan perempuan (Gupta dan
Koothan, 1990; Thau, 1992).
b)
Pria Sasaran Vaksinasi
Pendekatan pertama vaksinasi terhadap pria adalah
berbasis pada peran GnRH. Uji klinis tahap I menunjukkan bahwa vaksin dapat
dianggap aman, efektif dan reversibel. Penurunan hormon gonadotropin tidak
diikuti adanya efek samping yang menyolok kecuali adanya penurunan libido.
Penurunan ini akibat vaksin-pria menurunkan kadar testosteron, sehingga untuk
tetap mempertahankan libido tersebut perlu suplementasi testosteron (Mettens
dan Monteyne, 2002).Berbagai macam bentuk vaksin GnRH dengan urutan homologi
tinggi telah diekstraksi dari otak beberapa jenis kera. Antibodi yang
dirangsang oleh vaksin GnRH memerlukan spesifikasi khusus sesuai molekul GnRH
masing-masing, sehingga dicari persamaannya dari berbagai jenis kera tersebut.
Vaksin anti fertilitas yang sekarang telah dikembangkan memiliki sasaran GnRH
sub-spesies yang spesifik, sehingga reaksi silangnya rendah, termasuk reaksi
silangnya dengan molekul yang serupa GnRH atau GnRH isoforms (Ferro,et
al, 2001).
Vaksin pria yang memacu antibodi terhadap GnRH
kemungkinan besar dapat digunakan untuk terapi hipertropi prostat dan penyakit
kanker pria dan perempuan yang tergantung pada hormon kelamin. Uji klinis fase
I sedang dilakukan pada penderita kanker prostate tahap lanjut (dengan
metastase) menggunakan vaksin yang memacu GnRH tersebut (Talwar, et al, 1992;
Talwar, 1997).
Pendekatan vaksinasi kedua adalah berbasis pada
immunisasi terhadap hormon gonadotropin FSH. Pendekatan ini dilakukan karena
FSH bersama-sama androgen lainnya mengatur proses pembentukan sperma
(spermatogenesis) yang terjadi dalam sel Sertoli sementara LH bekerja di sel
Leydig yang mengatur produksi testosteron. Vaksin yang memacu antobodi terhadap
FSH hendaknya tidak mengalami reaksi silang dengan LH, karena turunnya kada LH
akan diikuti penurunan produksi testosteron. Penurunan kadar testosteron akan
diikuti dengan penurunan libido pria. Vaksin yang sedang dikembangkan agar
tidak mengalami reaksi silang dengan LH baru tahap percobaan pada kelinci
(Mettens dan Monteyne, 2002). Sejak lima tahun terakhir ini, pengembangan
vaksin menggunakan FSH yang berasal dari “ovine” telah dicobakan pada pria, dan
hasilnya cukup baik karena menurunkan jumlah sperma tanpa terjadi reaksi silang
imunitas yang bermakna (Moudgal, Murthy, Kumar et al., 1997).
c)
Perempuan Sasaran Vaksinasi
Pada perempuan, FSH mengatur produksi sel telur (ova)
dan LH merangsang terjadinya ovulasi pada fase folikulogenesis. Sekresi FSH dan
LH dikendalikan oleh hormone gonadoliberin dari hipotalamus GnRH/LH-RH. Semua
hormon-hormon ini adalah sasaran dari vaksin kontrasepsi. Vaksin berbasis GnRH
telah dicobakan pada beberapa model binatang dan hasilnya reversibel (Tast,
Love, Clarke, Evans, 2000). Seperti dibahas pada vaksin pria, immunisasi
terhadap FSH mungkin akan merangsang reaksi silang terhadap antibodi LH.
Disamping itu, besar kemungkinannya bahwa immunisasi terhadap FSH tidak dapat
merangsang antibodi dengan kadar yang mencukupi, sehingga tidak dapat
menghambat konsepsi secara total. Ferro dan Stimson (1998) meningkatkan
spesifisitas vaksin dengan cara memilih beberapa jenis peptida FSH yang dapat
berikatan dengan vaksin tetanus (Tetanus Toxoid). Untuk jenis-jenis peptida
tertentu dari binatang yang diberikan vaksin tersebut menunjukkan terjadinya
gangguan siklus estros akibat terjadinya supresi kadar estradiol. Hormon
korionik-gonadotropin (hCG) diproduksi oleh sel tropoblas pada telur yang telah
dibuahi dan kerjanya merangsang korpus luteum sehingga melepaskan hormon
progesteron. Hormon progesteron ini berfungsi untuk memelihara atau
mempertahankan proses kehamilan. Di India, dikembangkan vaksin terdiri dari β
-subunit hCG yang dapat mengikat α -subunit-ovine LH dan diikatkan dengan
vaksin tetanus toxoid (TT) atau diptheria toxoid (DT) dan telah
terbukti dapat mencegah kehamilan. Uji klinik vaksin fase I dan fase II vaksin
tersebut sedang berlangsung dan hasilnya cukup menggembirakan (Talwar, 1997).
Kesuburan kembali setelah pemberian vaksin ini ternyata dapat dijamin, sehingga
bukan vaksin yang menyebabkan infertilitas permanen (Mettens dan Monteyne,
2002).
·
Menghambat (blocking)
Fertilisasi
Pendekatan lain dalam vaksinasi kontrasepsi adalah
menghambat (memblokir) terjadinya fertilisasi melalui merangsang timbulnya
antibodi yang menghalang-halangi menempelnya sperma pada diding telur (Mettens
dan Monteyne, 2002). Target yang dipakai untuk menimbulkan respons immunitas
tersebut adalah protein permukaan sperma yang berperan dalam fertilisasi atau
ikatannya pada telur (ligand on the ova).
·
Tantangan Pengembangan Vaksin
Kontrasepsi
Pada bagian awal telah disampaikan bahwa persoalan pandangan etika
dan agama terhadap pengembangan vaksin yang cara kerjanya menghambat
fertilisasi dan mengganggu telur yang telah dibuahi sangat berbeda. Pada
prinsipnya perbedaan pendapat dalam penggunaan vaksin terletak pada penilaian
tentang kapan kehidupan itu dimulai, sehingga persoalan pre-fertilisasi atau
post-fertilisasi menjadi bahan debat tersendiri pada kalangan agama atau etnik
tertentu. Secara teoritis, pengaturan fertilitas melalui immunokontrasepsi akan
mengalami tantangan yang berat apabila dikemudian hari secara selektif terjadi
resistensi terhadap jenis tertentu. industri kontrasepsi yang belum ada
terlihat adanya pergeseran dari lingkup hormonal ke vaksin.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah
terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat
permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variebel yang
mempengaruhi fertilisasi. (Prawirohardjo, 2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004
adalah cara mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau
obat-obatan. Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan
kontrasepsi menurut BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive
Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran
informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini,
tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan
sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber
daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat
maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi
berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang
sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan
KB.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus
mengantisipasi beberapa hambatan dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga
dapat mengurangi efek samping, menambah kenyamanan dalam menggunakan
kontrasepsi. Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus mengetahui
teknologi-teknologi kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah
mengadakan pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini
berdistribusi merata disegala daerah.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ananda, Kunsila.2012. Suntikan KB Untuk Pria.
Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.merdeka.com/sehat/vasalgel-suntikan-kb-untuk-pria.html
-
Anawalt BD, Herbst BD, Herbst
KL et al. Desogestrel plus testosterona effectively suppresses spermatogenesis
but also causes modest weight gain and high density lipo protein suppression. Fertility
and Sterility 2000;14:704-714.
-
Baker HWG. Management of Male
infertility. Ballière’s Clinical Endocrinology and Metabolism 2000;14(3):409-422.
-
Bilian X. Intrauterine Devices.
Best Practice & Research Clinical and Gynaecology
2002;16(2):155-168.
-
Bonanomi M, Lucente G,
Silvestrini B. Male fertility: core chemical structure in pharmacological research.
Contraception 2002;65:317-320.
-
Bray JD, Zhang Z,Winneker RC,
Lyttle CR. Regulation of gene expression by RA-910, a novel progesterone
receptor modulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.
-
Ferro VA, Khan MA, Latimer VS,
Brown D, Urbanski HF, Stimson WH. Immunoneutralisation of GnRH-I, without
cross-reactivity to GnRH-II, in the development of a highly specific
antifertility vaccine for clinical and veterinary use. J Reprod Immunol 2001;51:109–29.
-
Hartanto, hanafi. 2004. ”Keluarga
Berencana dan Kontrasepsi”. Jakarta : Muliasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar