Minggu, 01 Februari 2015

Kontrasepsi Terkini

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan penyegaran pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi kontrasepsi maupun perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KB bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan. Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan. Bidan merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan.
Para anggota IBI diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi, peralatan, sarana, prasarana, dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan jumlah akseptor KB.


B.     Rumusan Maslah
1.      Apa yang dimaksud dengan kontrasepsi Terkini ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi terkini
2.      Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap pelayanan kebidanan



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi asal kata dari ‘kontra’ yang berarti mencegah/ menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.
Menurut Kamus BKKBN (2011) Kontrasepsi adalah Obat atau alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD, Kondom).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan; 4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus; 5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6. Mudah pelaksanaanya; 7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan.

B.     Metode Kontrasepsi Terkini

Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik
yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode mudah yang memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dan infeksi/ penyakit menular seksual, termasuk HIV. Pendekatan non-steroid akan mengatasi kebutuhan perempuan yang ingin menghindari efek samping dari metode hormonal umum, sementara pendekatan non operasi untuk sterilisasi bisa lebih aman bagi perempuan yang tidak ingin anak lagi.
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan. Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan. Sampai hari ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi perempuan. Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria. Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004). Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen). Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita. Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya. Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria terutama dalam hal:
1.      Menekan jumlah sperma yang dikeluarkan.
2.      Variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan azoospermia.
3.      Meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan.
Selain metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai penelitian kontrasepsi pria telah difokuskan pada metode immunocontraception (Suri, 2005). Metode ini pada prinsipnya juga didasarkan pada metode hormonal dan telah dikembangkan sampai tahapan uji klinik pada manusia. Disamping itu dilakukan pula penelitian dengan metode SMA (Styrene maleic anhydride) yaitu metode non bedah yang menggunakan pendekatan metode non hormonal untuk kontrasepsi pria. Cara kerjanya melalui perusakan membran sperma, mengurangi fungsi sperma, dan menghambat fertilisasi. Dari review berbagai penelitian juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat kontrasepsi non-hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al, 2005).
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan sampai saat ini masih belum dapat diedarkan di pasaran sebagai mana alat kontrasepsi pada perempuan. Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan untuk kepentingan program keluarga berenacana. Untuk itu perlu pemahaman lebih lanjut agar perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua pihak.

Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi memang terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat kontrasepsi. beberapa alat kontrasepsi diantaranya :

1.      Metode Sederhana

a.       Metode tanpa alat

1)      KBA
2)      Metode kalender
a)      Mekanisme kerja
Metode kalender menggunakan prinsip berkala yaitu  tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri. Untuk menentukan  masa subur istri digunakan tiga patokan, yaitu :
1.      Ovulasi terjadi 14 hari sebelum  haid yang akan datang.                                                                               
2.      Sperma dapat  hidup dan  membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.      Ovum dapat hidup 24 jam  setelah ovulasi
Nampaknya  cara ini  mudah dilaksanakan , tetapi dalam  praktiknya sukar untuk menetukan saat ovulasi dengan tepat, karena hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur, dan juga dapat terjadi variasi terutama pascapersalinan dan  pada tahun-tahun menjelang menopause.       
b)       Cara menentukan  masa aman
Pertama dicatat  lama siklus haid selama tiga bulan  terakhir, tentukan lama  siklus haid terpendek dan  terpanjang. Kemudian sikus haid terpendek dikurangi 18 hari, dan  siklus haid  terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan  rentang masa subur. Dalam jangka waktu  subur tersebut pasangan suami istri  harus pantang melakukan hubungan  seksual, sedangkan diluar waktu tersebut merupakan  masa aman.
3)      Metode pantang berkala
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam  metode KB pantang berkala dapat diambil suatu rangkuman sebagai berikut :
a)        Prinsipnya adalah  tidak melakukan hubungan seksual pada  masa subur. Patokan  masa subur adalah sebagai berikut :
1.         Ovulasi terjadi 14 hari sebelum  haid yang akan datang
2.         Sperma dapat  hidup dan  membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
3.         Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah ovulasi
b)        Enam  langkah  menentukan  masa aman dalam pantang berkala
1.         Tentukan  siklus haid terpendek
2.         Tentukan  siklus haid terpanjang
3.         Siklus haid terpendek dikurangi 18
4.         Siklus haid terpanjang dikurangi 11
5.         Tentukan masa ovulasi
6.         Tentukan  masa aman
4)      Metode Suhu Basal
Cara lain untuk menentukan  masa aman  ialah dengan suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi suhu basal tubuh akan turun  dan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi dari pada suhu sebelum ovulasi. Fenomena  ini dapat digunakan  untuk menentukan waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti setiap hari. Suhu basal diukur waktu pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas.
Penggunaan suhu basal dan  penentuan masa aman akan meningkatkan daya guna pantang berkala. Namun suhu basal tubuh dapat pula meningkat pada beberapa kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur yang tidak teratur. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak melakukan hubunganseksual sampai terlihat suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu pagi) berturut-turut. Panjang siklus haid yang teratur adalah 28-30 hari. Dengan mengenal tanda-tanda premenstruasi maka saat ovulasi dapat diperkirakan.
a)        Efek samping
Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat berhubungan.
b)        Daya guna
Gana guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna pemakaian ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola cara rintangan, misalnya kondom atau spermisida disamping pantang berkala.

5)      Metode lendir serviks
Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950-an oleh dua orang dokter warga Negara Australia yaitu DRS. Evelyn dan  John Billing. Validasi metode ini dilakukan dengan  menghubungkan pengawasan terhadapa perubahan lender servik wanita yang dapat dideteksi di vulva dan peningkatan jumlah estrogen pada fase folikuler siklus menstruasi. Pola yang diidentifikasi menunjukkan bahwa seorang wanita dapat memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan perubahan basal tubuh. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh estrogen.  Pola yang tidak subur dapat dideteksi baik pada fase pra ovulasi maupun pasca ovulasisiklus menstruasi. Wanita tidak boleh  melakukan penyemprotan untuk membersihkan vagina karena tindakan ini dapat menghilangkan cairan vagina. Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi adalah sebagai berikut :
·         Pada bagan terdapat beberapa hari setelah  menstruasi dimana wanita memiliki pola kering pada vulva yang tidak berubah.
·         Selanjutnya fase  praovulasi
·         Hari-hari tidak subur pasca ovulasi dimulai pada hari keempat setelah masa puncak dan berlanjut sampai menstruasi.
Pasangan yang ingin menghindari kehamilan harus mengikuti beberapa aturan sebagai berikut :

a)        Peraturan hari awal
1.         Hubungan seksual harus dihindari selama hari-hari perdarahan menstruasi yang berat. Lender serviks dapat tidak terdeteksi karena ada perdarahan menstruasi
2.         Hubungan seksual diperbolehkan setiap 2 malam selama hasil pengamatan menunjukkan BIP. Sehari setelah melakukan hubungan seksual dipertimbnagkan sebagai hari subur karena ada cairan semen yang dapat menghalangi pengamatan terhadap lendir.
3.         Apabila terlihat perubahan dari BIP, maka pasangan tidak boleh melakukan hubungan pada hari tersebut dan hari-hari berikutnya selama masih terjadi perubahan dan tiga hari kemudian ketika BIP kembali
4.         Biasanya perubahan dari BIP mengidentifikasikan dimulainya fase subur, semua perubahan ini berlanjut hingga hari puncak.
b)        Peraturan pada hari puncak yaitu hindari hubungan seksual sampai hari keempat setelah hari puncak diidentifikasi.
6)      MAL
MLA merupakan metode kontrasepsi alamiah yang mengandalkan pemberian ASI pada bayinya. Akan tetap mempunyai efek kontrasepstif apabila menyusukan secara penuh (eksklusif), belum haid dan usia bayi kurang dari 6 bulan. Mal berfungsi efektif hingga 6 bulan, dan bila tetap belum ingin hamil, kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain setelah bayi berusia 6 bulan.
Konseling yang dilakukan kepada klien harus jelas dan informatif, sehingga pencegahan kehamilan dapat terjadi, seperti : memberikan ASI (secara penuh) dari kedua payudara sesuai kebutuhan (sekitar  6-10 kali per hari), memberikan ASI paling sedikit satu kali pada malam hari (tidak boleh lebih dari 4-6 jam diantara 2 pemberian), tidak menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan/cairan lain, jika frekuensi menyusukan kurang dari 6-10 kali @ 60 ml per hari atau atau bayi tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI), maka MLA kurang dapat diandalkan untuk metode kontrasepsi, serta menggantikan jadwal pemberian ASI dengan makanan atau suplemen lainnya maka daya hisap bayi akan berkurang sehingga mengurangi efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA
Mekanisme kerja pada MAL adalah  dengan adanya sekresi GnRH yang tidak teratur akan menganggu pelepasan hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (leutinizing hormone) untuk menghasilkan sel telur dan menyiapkan endometrium, penghisapan ASI yang intensif secara berulangkali akan menekan sekresi hormon GnRH (gonadotrophin releasing hormone) yang mengatur kesuburan, sehingga rendahnya kadar hormon FSH dan LH menekan perkembangan folikel di ovarium dan menekan ovulasi.

b.      Perkembangan Metode dengan alat
a.         Mekanis
1)      Kondom 'spray-on'
Seorang penemu di Jerman telah membuat kondom dengan sistem semprot. Dengan kondom ini, dijamin tak akan ada lagi yang bingung mencari kondom yang sesuai sebab kondom akan menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut sang penemu, Jan Vinzenz Krause, direktur Institute for Condom Consultancy Jika pergi ke toko obat untuk membeli kondom, yang kebanyakan dijual adalah yang pas untuk pria dengan panjang penis rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang yang memiliki penis lebih kecil atau lebih besar dari ukuran itu. Maka Krause menciptakan kondom yang disebut kondom 'spray-on' dengan sistem pompa yang menyemprotkan lateks cair ke alat kelamin dalam hitungan detik. Krause telah mengajukan hak paten untuk sistem penyemprotan lateks yang ia ciptakan. Ia mengaku sudah memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya ini dalam percobaan dapat menyesuaikan ukuran dengan ukuran yang paling besar sekalipun.
Untuk menggunakan kondom semprot ini, pria memasukkan penisnya ke dalam tabung dan menekan tombol untuk menyemprotkan lateks cair dari cartridge yang bisa dilepas. Karet lateks akan mengering dalam hitungan detik. Setelah selesai digunakan, kondom ini bisa dilepas seperti kondom biasa. Waktu yang dibutuhkan agar lateks dapat mengering adalah sekitar 20 - 25 detik. Tapi Krause sedang mengupayakan agar waktunya bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik.
Dalam survei yang lakukan, ditemukan ada 2 tanggapan yang berbeda dari para pria. Beberapa pria mengatakan itu ide yang hebat dan akan sangat membantu karena sulit menemukan kondom yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak bisa membayangkan cara penggunaannya. Masalahnya adalah karena memakai kondom dianggap mengganggu hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan harga yang lebih mahal daripada kondom konvensional.
2)      Kondom Spray
Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross Bio-Medical menawarkan suatu spray kondom (foam condom) yang dibuat dari silver “nanotech” partikel. Alat kontrasepsi terbaru dengan spray condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi laki-laki tetapi digunakan oleh pihak wanita.
Penggunaannya busa spray tersebut disemprotkan ke vagina, setelah itu busa spray akan membentuk semacam selaput dan mencegah konsepsi serta melindungi terhadap infeksi. Semprotan spray menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya, yang sudah terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehingga memberikan spermicide dan antiseptik pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit menular seksual (PMS).
3)      Pemanasan
Telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada bagian testis dapat menekan pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi patologi testis dan terjadinya cryptorchidism, varicocele serta ketidaksuburan sementara.
Penelitian klinis yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari alat pembungkus bagian scrotal untuk digunakan sebagai metode kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan penurunan yang reversible terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk dijadkan metode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan.
·         Suspensory
Alat ini dirancang untuk menjaga testis pada tempatnya, meningkatkan temperaturnya yang berdampak pada berkurangnya produksi sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam pria ini, harus digunakan setiap hari agar efektif.
·         External Heat
Sumber panas dari luar ini mirip dengan suspensory yaitu meningkatkan temperatur disekitar alat vital untuk mengurangi produksi sperma. Karena tergantung dengan temperatur tubuh, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan menggunakan suspensory. Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan bisa digunakan untuk membuat temperatur tubuh meningkat dan produksi sperma berkurang.

c.       Kimiawi
Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom dan lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung dengan alat kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih baik untuk mencegah kehamilan.




2.      Metode Modern

a.       Kontrasepsi hormonal
1)      Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita. Namun dengan penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah. Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah. Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron. Berdasarkan uji coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.
2)      Desogestrel
Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar). Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.
3)      Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester (testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis. Pada relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45 persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter antar negara tentang penggunaan adrogen tersebut. Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama, sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain. Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral tulang, dan menurunkan lemak tubuh. Tergantung dasar penilaian yang dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal tersebut dapat dilihat memberikan benefit yang positif. Kadar testosteron darah yang melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.
4)      Androgen dan Kombinasi dengan Progestin
Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya progestin, akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik. Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah diteliti sebelumnya. Penilitian beberapa waktu membandingkan pengaruh injeksi testosteron enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral dengan dosis 250 µg per hari. Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen dengan progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau oligozoospermia dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya dapat membuktikan bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per oral. Testosterom enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi depotmedroksi progesterone acetat (DMPA), desogestrel oral, dan cyproterone acetate (progestin dengan antiandrogenik). Pada semua penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat efek androgen. Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill levonogestrel (250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan secara i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi azoospermia, sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi semakin lemah. Demikian juga kombinasi antara testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA (300 mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi, testosteron tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral atau implan memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang atau baru saja diselesaikan antara lain: 1) kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel impan, 2) testosteron peelt dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau etonogestrel impan, 3) 7-α metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel impant, dan 4) testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan. Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang sangat kuat sekali. Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA dikombinasi dengan testosteron enanthate (100 mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan azoospermia atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji. Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA (50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun testosteron diberikan pada dosis fisiologis. Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria. Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor (SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang bekerjanya dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat yang berbeda. Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor tertentu (selective oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang tetapi antagonis di payudara. Tamoxifen bekerja agonis di uterus, raloxifen tidak. MENT adalah modulator selektif androgen reseptor yang bekerja agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron. Pada penelitian klinis, MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-laki yang mengalami defisiensi androgen. Atas dasar beberapa penelitian ini pabrik farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari, tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat. Demikian juga SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap gonadotropin yang mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek minimal pada metabolisme lipid dan karbohidrat. Secara teoritis, hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.

5)      Androgen dan GnRH Antagonis
GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk tidak menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika diberikan dengan dosis yang tinggi,atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki maka akan terjadi supresi pengeluaran hormone LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan sampai kondisi azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis (diberikan secara injeksi subkutan secara harian) dan dikombinasikan dengan androgen akan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit, karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar tubuh.

6)      Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa kombinasi estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan memiliki potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga memiliki efek menguntungkan pada tulang serta menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek estradiol dan testosteron yang semula diduga memilki efek additif.

b.         Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1)      Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa. salah seorang peneliti dari universitas Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa  memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs. Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel telur. Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal. Tidak terjadi kehamilan pada si wanita. Dalam uji coba ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur. Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mulai mencari bahan, memproses secara ilmiah yang benar-benar steril, hingga pengujian di masyarakat. Dalam uji coba itu, pasangan muda harus minum kapsul setiap hari sekali selama 30 hari. Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak daun gandarusa sudah terbukti efektif untuk mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil KB pria ini secara teratur kelahiran bisa dicegah. Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB tersebut mengaku makin jantan. Saat ini proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012 diperkirakan pil KB pria pertama di dunia ini bisa dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB khusus pria ini tak akan mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang mengharapkan tidak ada penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya. Pria yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan batinnya, tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan. Jadi tak perlu takut. Hanya saja yang perlu dicatat adalah  jika benar ini sudah diedarkan jangan sampai disalah gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat. Menurut situs Wikipedia, tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa juga memiliki efek analgetik, antidiuretik. Menurut salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini Hartini, Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.
2)        Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non hormonal mempunyai onset yang cepat dan sedikit dipengaruhi oleh fungsi psikologi lainya yang berkaitan dengan fungsi androgen. Sumber potensial alami dari kontrasepsi non-hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium. Obat non hormonal lainnya yang potensial dan reversibel antara lain adalah vaksin dan suntikan styrene maleic anhydride (SMA) yang disuntikan kedalam vas deferen.\
Obat yang berasal dari sumber natural yang telah banyak diuji cobakan sebagai kontrasepsi pria adalah gossypol. Gossypol berasal dari tanaman kapas dan dapat menghambat pergerakan sperma dan pematangan sperma (spermatogenesis). Studi yang dilakukan di China menemukan bahwa gossypol menekan spermatogenesis pada sebagian besar pria, tetapi oligospermia tidak terjadi secara konsisten dan reversible. Gossypol juga dapat menyebabkan turunnya kalium dalam darah (hipokalemia). Neem dan tripterygium juga berasal dari tumbuhan dan keduanya digunakan sebagai kontrasepsi pria. Keduanya menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Neem adalah tanaman asli dari India, dan sudah digunakan untuk percobaan dalam pengobatan. Tripterigium wilfordii (TW) dan tripterigium hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan yang berasal dari genus yang sama, dan telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional China. Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji cobakan untuk kontrasepsi pada manusia. Dari beberapa penelitian yang ada, Lopez et al (2005) menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi bahwa obat-obat tersebut memiliki pengaruh terhadap sperma, namun belum cukup bukti untuk menjadikan obat-obat tersebut sebagai obat kontrasepsi dalam program kesehatan masyarakat. Gossypol masih memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau tidak sempurna. Penelitian TW dan TH perlu dilanjutkan karena masih sedikitnya bukti-bukti yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap sperma.
Metode nonhormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan ketergantungan pada peran hormon androgen relatif lebih rendah. Dari review berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non-hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al, 2005). Namun demikian,  kombinasi hormon progestin dan testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat non-hormonal. Pada umumnya, baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan keamanan masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji klinik yang lebih besar. Pendekatan non hormonal mempunyai beberapa keuntungan potensial dibandingkan pendekatan hormonal.
3)        Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel blockers (CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam membran sel sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja sperma tetapi tidak berpengaruh pada produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.



c.         Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji apakah gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria. Penelitian ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui cukup aman menghentikan produksi sperma selama enam bulan. Prinsip kerjanya adalah menembakkan ultrasound  ke testis supaya produksi sperma turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk mencari tahu cara mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan, dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-hormonal dengan satu kali perawatan. Dr Tsuruta juga menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau klinik terapi fisik. Maka itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.

d.        Implant
1)      Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit (Hanafi, 2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan dibawah kulit adalah sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul panjangnya 44 mm masing masing batang diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009)
2)        Jenis
a)      Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b)      Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c)       Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerjanya
3)        Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
·         Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
·         Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
·         Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
4)        Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca pencabutan, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu senggama, tidak mengganggu ASI
5)        Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
·         Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
·         Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant.
·         Biaya Lebih mahal.
·         Sering timbul perubahan pola haid.
·         Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
·         Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.
·         Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.

e.         AKDR
1)      Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan perintang ke dalam organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Namun produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R. Richter. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga. Pada tahun 1996, muncul IUD yang bisa menghasilkan hormon juga. IUD cukup populer sebagai salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya jangka panjang. Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab perdarahan bercak pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD. Tetapi, sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi dan mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan IUD oleh Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun 1959. Pada saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang paling popular dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap negara. Sekitar 60 – 65 juta wanita di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di China. AKDR termasuk salah satu kontrasepsi yang sangat efektif. AKDR mempunyai kemampuan mencegah kehamilan yang dinilai sangat efektif. Selain kemudahan dalam pemasangan juga mudah untuk lepas spontan (ekspulsi). Sebagian besar AKDR dilengkapi dengan tali (ekor) agar mudah mendeteksi. Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu AKDR polos (inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper bearing IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated IUD)
2)      Mekanisme Kerja
1.      Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
2.      Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya .
3)      Efek Samping
·         Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.
·         Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya siklus haid berubah menjadi 21 hari.
·         Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
·         Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
·         Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang lebih banyak.

·         Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
·         Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan pendarahan.

f.       AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran yang lebih kecil dari AKDR mirena. Mengandung levonorgestrel. Jenis Skyla ini dapat digunakan dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat digunakan dalam jangka waktu 5 tahun. Skyla dapat digunakan oleh wanita yang belum memiliki anak dan mirena digunakan pada wanita yg sudah memiliki anak.
Jenis AKDR yang lain adalah AKDR progestin dengan dua jenis yaitu prigestase yang mengandung progesterone dan mirena yang mengandung levonorgestrel. Cara kerjanya menutup jalan pertemuan sperma dan sel telur, mengurangi jumlah sperma yang bisa masuk tuba falopi (tempat sel telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan tidak siap ditempati sel telur, serta meng-inaktifkan sperma.
Kontrasepsi ini sangat efektif dan bisa dipasang selama satu tahun. Keuntungan lainnya adalah tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan cepat kembali, dapat digunakan bersama dengan obat tuberculosis, epilepsi, dan hormon estrogen untuk wanita perimenopause. Keterbatasannya perlu dilakukan pemeriksaan dalam, harga dan pemasangan relatif mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus, menyebabkan amenore pada penggunaan jangka panjang, menurunkan kadar HDL kolesterol, memicu pertumbuhan mioma dan kanker payudara, serta meningkatkan resiko rangang panggul. Kontraindikasi pengguna AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan keguguran), perdarahan per vagina yang belum jelas penyebabnya, keputihan, menderita salah satu penyakit reproduksi, dan menderita kanker.
AKDR progestin bisa dipasang selama siklus haid, 48 jam setelah melahirkan, enam bulan pertama untuk ibu yang menyusui secara eksklusif, serta pasca keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian Progestin adalah versi sintetis dari progesteron, yaitu hormon seks wanita, yang memainkan peran penting dalam kehamilan. Progestin adalah salah satu hormon yang digunakan dalam terapi penggantian hormon yang banyak digunakan untuk mengobati gejala-gejala menopause. Akan tetapi, suntikan progestin juga telah dikaitkan dengan kegagalan perawatan kesuburan. Peneliti menemukan risiko baru dalam penelitian terhadap ketiga kelompok wanita tersebut. Semua alat kontrol kelahiran yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan tidak satupun dari peserta mengalami perubahan berat badan dan peningkatan kadar kolesterol atau tekanan darah.

g.      IUD pascaplasenta
Segera pemasangan AKDR (dalam 10 menit dari plasenta lahir) adalah aman bila dibandingkan dengan periode waktu postpartum kemudian dan selang pemasanagan. Segera setelah postpartum pemasangan AKDR menunjukkan tingkat pengeluaran  lebih rendah bila dibandingkan dengan tertunda pemasanagan selama postpartum dengan tingkat lebih tinggi dari jarak pemasanagn. Pemasanagan Segera setelah kelahiran sesar menunjukkan tingkat pelepasa yang rendah daripada langsung pemasangan setelah kelahiran normal. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan risiko komplikasi antara wanita yang memiliki IUD dimasukkan selama periode postpartum, namun beberapa kenaikan tarif pengusiran terjadi dengan pemasangan tertunda postpartum bila dibandingkan pemasanagan segera dan dengan pemasanagan langsung bila dibandingkan dengan pemasanagan dengan jarak. Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan tingkat pengusiran rendah daripada postplacental setelah kelahiran pervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi pasca operasi.

3.        Metode Operasi

a.       MOW (Metode Operasi Wanita)
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan. Karena alasan tertentu misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat kontrasepsi berupa sterilisasi.
Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita merupakan suatu hal yang meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan, sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan cenderung menimbulkan ketakutan.
1)      Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a)      Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di bagian perut.
b)      Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di bagian perut.
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi ini diharapkan pasien yang menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan bentuk yang sangat kecil. Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli maka akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan memasukkan alat sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan tepat dokter dapat menentukan saluran telur.
b.      MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi tanpa sayatan pada perut mulai dikembangkan. Teknik tersebut menggunakan pendekatan histereskopi streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik operasi sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm pada perut (minilaparatomi) atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan terus dimodifikasi sehingga lebih aman dan nyaman. Sekarang, dengan teknologi terkini dan penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta menggunkan bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima dunia kedokteran dan masyarakat awam. Teknik ini menggunkan alat berupa histereskopi yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.
c.       MOP (Metode Operasi Pria)
1)      RISUG (Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance)/  Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah Bimbingan.
Metode ini pertamakali ditemukan di India oleh seorang profesor biomedis dari Indian Institute of Technology bernama Sujoy K. Guha. RISUG terdiri dari campuran bubuk stirena maleat anhidrida (SMA) dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang dihasilkan disuntikkan ke vas deferens untuk melapisi dinding vas deferens dan memblokir lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode kontrasepsi yang bekerja di dalam saluran vas deferens atau saluran yang berfungsi untuk mengalirkan sperma. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah karena bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat kembali apabila diinginkan. Suntikan ini sangat efektif dan per dosis bisa bertahan hingga 10 tahun. Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
RISUG disuntikkan melalui metode yang mengekspos vas deferens seperti pada metode vasektomi tanpa pisau bedah. Setelah penerapan anestesi lokal, dokter membuat lubang di kulit skrotum yang sangat kecil sehingga tidak memerlukan jahitan tetapi membuat vas deferens mudah terlihat. Proseurnya dengan menyuntikan bahan sejenis polymer yang berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens, sehingga gel tersebut akan melapisi bagian dalam dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit. Gel polymer tersebut nantinya akan membunuh setiap sperma yang melewati saluran vas deferens sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Kemudian apabila pria menginginkan kesuburannya kembali baik dalam hitungan bulan ataupun tahun, maka bahan polymer akan dibersihkan dari saluran vas deferens melalui suntikan lain.
d.      Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria bila dibandingkan teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para ahli bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit. Sedangkan untuk menyelesaikan teknik Vasektomi konvensional para ahli bedah umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30 menit. Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun konvensional pasien dapat segera kembali bekerja. Namun pada Vasektomi yang konvensional, beberapa pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah divasektomi. Lebih dari itu penelitian menemukan bahwa 1% dari metode Vasektomi yang konvensional dapat menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan, hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu (no scalpel vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama bikin buntu pipa penyalur sel benih .

4.      Vaksin Kontrasepsi
Upaya mengembangkan vaksin untuk mengendalikan fertilitas telah dilakukan sejak tahun tigapuluhan menggunakan sperma, ovum (telur), dan hormon sebagai antigennya (Delves, Luna, Roitt, 2002). Namun demikian baru pada sepuluh tahun terakhir ini mulai adaindikasi keberhasilan dalam pengembangan vaksin untuk kontrasepsi, yang telah dibuktikan efikasinya pada manusia dan binatang (Jone, 1988). Vaksinasi terhadap hormon pengendali reproduksi sangat menjajikan dimasa depan. Kemungkinan yang paling menjajikan adalah mengatur hormon yang mengendalikan produksi gametes atau mempengaruhi kelangsungan hidup dari telur yang telah dibuahi (fertilized egg). Namun demikian, vaksinasi dapat pula ditujukan untuk menghalang-halangi terjadinya pembuahan (fertilisasi), yaitu dengan jalan merangsang timbulnya antibodi, yang titik tangkapnya terletak pada protein didinding permukaan gametes sehingga sperma tidak dapat menembus dinding telur.
Berikut akan disampaikan secara singkat perbedaan kedua cara kerja vaksin tersebut.
a)      Pengendalian Hormon Reproduksi
Baik pada perempuan atau laki-laki, proses gametogenesis dikendalikan oleh hormone “follicel stimulating hormone” (FSH) dan “luteinizing hormone” (LH) (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b). Produksi kedua hormon ini oleh glandula pituitaria (pituitary gland) diatur atau diregulasi oleh hormon pelepas gonadotropin yang berasal dari hipotalamus, yaitu “the hypothalamic gonadotropin releasing hormon” (GnRH)atau disebut hormon pelepas-LH atau LH-RH. FSH dan LH juga mengatur proses pembentukan steroid pada gonade (gonadal steroidegenesis) melalui interaksi dengan reseptor FSH dan LH, yaitu FSH-R dan LH-R (Gambar 2). Hormon yang berbeda telah ditemukan dengan target yang berbeda pula antara pria dan perempuan (Gupta dan Koothan, 1990; Thau, 1992).
b)      Pria Sasaran Vaksinasi
Pendekatan pertama vaksinasi terhadap pria adalah berbasis pada peran GnRH. Uji klinis tahap I menunjukkan bahwa vaksin dapat dianggap aman, efektif dan reversibel. Penurunan hormon gonadotropin tidak diikuti adanya efek samping yang menyolok kecuali adanya penurunan libido. Penurunan ini akibat vaksin-pria menurunkan kadar testosteron, sehingga untuk tetap mempertahankan libido tersebut perlu suplementasi testosteron (Mettens dan Monteyne, 2002).Berbagai macam bentuk vaksin GnRH dengan urutan homologi tinggi telah diekstraksi dari otak beberapa jenis kera. Antibodi yang dirangsang oleh vaksin GnRH memerlukan spesifikasi khusus sesuai molekul GnRH masing-masing, sehingga dicari persamaannya dari berbagai jenis kera tersebut. Vaksin anti fertilitas yang sekarang telah dikembangkan memiliki sasaran GnRH sub-spesies yang spesifik, sehingga reaksi silangnya rendah, termasuk reaksi silangnya dengan molekul yang serupa GnRH atau GnRH isoforms (Ferro,et al, 2001).
Vaksin pria yang memacu antibodi terhadap GnRH kemungkinan besar dapat digunakan untuk terapi hipertropi prostat dan penyakit kanker pria dan perempuan yang tergantung pada hormon kelamin. Uji klinis fase I sedang dilakukan pada penderita kanker prostate tahap lanjut (dengan metastase) menggunakan vaksin yang memacu GnRH tersebut (Talwar, et al, 1992; Talwar, 1997).
Pendekatan vaksinasi kedua adalah berbasis pada immunisasi terhadap hormon gonadotropin FSH. Pendekatan ini dilakukan karena FSH bersama-sama androgen lainnya mengatur proses pembentukan sperma (spermatogenesis) yang terjadi dalam sel Sertoli sementara LH bekerja di sel Leydig yang mengatur produksi testosteron. Vaksin yang memacu antobodi terhadap FSH hendaknya tidak mengalami reaksi silang dengan LH, karena turunnya kada LH akan diikuti penurunan produksi testosteron. Penurunan kadar testosteron akan diikuti dengan penurunan libido pria. Vaksin yang sedang dikembangkan agar tidak mengalami reaksi silang dengan LH baru tahap percobaan pada kelinci (Mettens dan Monteyne, 2002). Sejak lima tahun terakhir ini, pengembangan vaksin menggunakan FSH yang berasal dari “ovine” telah dicobakan pada pria, dan hasilnya cukup baik karena menurunkan jumlah sperma tanpa terjadi reaksi silang imunitas yang bermakna (Moudgal, Murthy, Kumar et al., 1997).
c)      Perempuan Sasaran Vaksinasi
Pada perempuan, FSH mengatur produksi sel telur (ova) dan LH merangsang terjadinya ovulasi pada fase folikulogenesis. Sekresi FSH dan LH dikendalikan oleh hormone gonadoliberin dari hipotalamus GnRH/LH-RH. Semua hormon-hormon ini adalah sasaran dari vaksin kontrasepsi. Vaksin berbasis GnRH telah dicobakan pada beberapa model binatang dan hasilnya reversibel (Tast, Love, Clarke, Evans, 2000). Seperti dibahas pada vaksin pria, immunisasi terhadap FSH mungkin akan merangsang reaksi silang terhadap antibodi LH. Disamping itu, besar kemungkinannya bahwa immunisasi terhadap FSH tidak dapat merangsang antibodi dengan kadar yang mencukupi, sehingga tidak dapat menghambat konsepsi secara total. Ferro dan Stimson (1998) meningkatkan spesifisitas vaksin dengan cara memilih beberapa jenis peptida FSH yang dapat berikatan dengan vaksin tetanus (Tetanus Toxoid). Untuk jenis-jenis peptida tertentu dari binatang yang diberikan vaksin tersebut menunjukkan terjadinya gangguan siklus estros akibat terjadinya supresi kadar estradiol. Hormon korionik-gonadotropin (hCG) diproduksi oleh sel tropoblas pada telur yang telah dibuahi dan kerjanya merangsang korpus luteum sehingga melepaskan hormon progesteron. Hormon progesteron ini berfungsi untuk memelihara atau mempertahankan proses kehamilan. Di India, dikembangkan vaksin terdiri dari β -subunit hCG yang dapat mengikat α -subunit-ovine LH dan diikatkan dengan vaksin tetanus toxoid (TT) atau diptheria toxoid (DT) dan telah terbukti dapat mencegah kehamilan. Uji klinik vaksin fase I dan fase II vaksin tersebut sedang berlangsung dan hasilnya cukup menggembirakan (Talwar, 1997). Kesuburan kembali setelah pemberian vaksin ini ternyata dapat dijamin, sehingga bukan vaksin yang menyebabkan infertilitas permanen (Mettens dan Monteyne, 2002).





·         Menghambat (blocking) Fertilisasi
Pendekatan lain dalam vaksinasi kontrasepsi adalah menghambat (memblokir) terjadinya fertilisasi melalui merangsang timbulnya antibodi yang menghalang-halangi menempelnya sperma pada diding telur (Mettens dan Monteyne, 2002). Target yang dipakai untuk menimbulkan respons immunitas tersebut adalah protein permukaan sperma yang berperan dalam fertilisasi atau ikatannya pada telur (ligand on the ova).
·         Tantangan Pengembangan Vaksin Kontrasepsi
Pada bagian awal telah disampaikan bahwa persoalan pandangan etika dan agama terhadap pengembangan vaksin yang cara kerjanya menghambat fertilisasi dan mengganggu telur yang telah dibuahi sangat berbeda. Pada prinsipnya perbedaan pendapat dalam penggunaan vaksin terletak pada penilaian tentang kapan kehidupan itu dimulai, sehingga persoalan pre-fertilisasi atau post-fertilisasi menjadi bahan debat tersendiri pada kalangan agama atau etnik tertentu. Secara teoritis, pengaturan fertilitas melalui immunokontrasepsi akan mengalami tantangan yang berat apabila dikemudian hari secara selektif terjadi resistensi terhadap jenis tertentu. industri kontrasepsi yang belum ada terlihat adanya pergeseran dari lingkup hormonal ke vaksin.



BAB II
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi. (Prawirohardjo, 2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004 adalah cara mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan. Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan kontrasepsi menurut BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus mengantisipasi beberapa hambatan dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi efek samping, menambah kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus mengetahui teknologi-teknologi kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah mengadakan pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini berdistribusi merata disegala daerah.




DAFTAR PUSTAKA

 


-          Ananda, Kunsila.2012. Suntikan KB Untuk Pria. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui http://www.merdeka.com/sehat/vasalgel-suntikan-kb-untuk-pria.html
-          Anawalt BD, Herbst BD, Herbst KL et al. Desogestrel plus testosterona effectively suppresses spermatogenesis but also causes modest weight gain and high density lipo protein suppression. Fertility and Sterility 2000;14:704-714.
-          Baker HWG. Management of Male infertility. Ballière’s Clinical Endocrinology and Metabolism 2000;14(3):409-422.
-          Bilian X. Intrauterine Devices. Best Practice & Research Clinical and Gynaecology
2002;16(2):155-168.

-          Bonanomi M, Lucente G, Silvestrini B. Male fertility: core chemical structure in pharmacological research. Contraception 2002;65:317-320.
-          Bray JD, Zhang Z,Winneker RC, Lyttle CR. Regulation of gene expression by RA-910, a novel progesterone receptor modulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.
-          Ferro VA, Khan MA, Latimer VS, Brown D, Urbanski HF, Stimson WH. Immunoneutralisation of GnRH-I, without cross-reactivity to GnRH-II, in the development of a highly specific antifertility vaccine for clinical and veterinary use. J Reprod Immunol 2001;51:109–29.
-          Hartanto, hanafi. 2004. ”Keluarga Berencana dan Kontrasepsi”. Jakarta : Muliasari








Tidak ada komentar:

Posting Komentar