Rabu, 19 Oktober 2016

Asuhan Persalinan,Nifas dan BBL dengan HIV/AIDS,TBC,Hepatitis B, C Dan Asuhan Pada Kline dengan Preoperasi SC, Post SC dan Pretindakan Ekstraksi Vakum dan pasca Abortus

BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hepatitis di sebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering di jumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, peniyebab hepatitis terutama oleh virus hepatitis B walau kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau C . hepatitis juga dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya.
Pada trimester I dapat terjadi keguguran pada trimester II dan III sering terjadi premature.
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu  syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.

Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9). Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33). Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9).






B.     Rumusan Maslah
1.      Bagaimana Asuhan Pada Kline dengan Pre Oprasi SC, Post Oprasi SC dan Pre tindakan Vakum Ekstrasi dan Pasca Abortus.

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui dan Memahami Deteksi Dini pada Persalinan dan asuhan Kebidanan nifas dan BBL dengan Infeksi HIV/AIDS, TBC, Hepatitis B dan C
2.      Untuk Mengetahui dan Memahami pada Kline dengan Preopeasi SC,Post Operasi, Pretindakan Vakum Ekstraksi dan Pasca Abortus.














BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Asuhan Pada Kline dengan Pre Operasi SC dan Pots Operasi
1.      Definisi
Operasi Caesar atau sering disebut dengan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus).Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bera janin diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005).Seksio sesaria adalah suatu tidakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (siaksoft.net).
Jenis-jenis seksio sesare :
a.       Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.
b.      Seksio sesarea ismika (profunda) Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

2.      Etiologi
a.      Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul) ada, sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalanan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya ).

b.      Indikasi yang berasal dari janin.
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.

3.      Patofisiologis
Terjadi kelaiana pada ibu dan kelaiana pada janin menyebabkan persalinan Normal tidak memungkinkan akhirnya harus dilakukan SC.

4.      Predisposisi
5.      Tanda dan Gejala
6.      Komplikasi
1.      Infeksipuerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2.    Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
3.    Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan         sebagainya sangat jarang terjadi.
4.    Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
   Anjuran Operasi
·         Dianjurkan jangan hamil lebih kurang satu tahun dengan munggunakan alat kontrasepsi.
·         Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengam antenatal yang baik.
·         Yang dianut adalah “Once a cesarean not always a cesarean” kecuali pada panggul sempit atau disporposi segala pelvik.


7.      Penatalaksanaan
1.      Perawatan Pre Operasi Seksio Sesarea
a.       Persiapan Kamar Operasi
Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai  Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi
b.      Persiapan Pasien
·         Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.
·         Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien
·         Perawat member support kepada pasien.
·          Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan   sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic).
·         Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien.
·          Pemeriksaan laboratorium (darah, urine).
·         Pemeriksaan USG.
·         Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.

2.      Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
a.       Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
·         Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
·         Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
·         Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b.      Tanda- tanda Vital
 Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
c.        Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
d.      Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
e.       Ambula
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
f.       Perawatan Luka
 Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g.      Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
h.      Perawatan Payudara
 Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
i.        Memulangkan Pasien dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.

B.     Pre Tindakan Ekstraksi Vakum
1.      Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Cuningham F 2002).

2.      Patofisiologi
1)      Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga ibu pada saat melahirkan karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
2)      Partus tak maju : His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).
3)      Gawat janin : Denyut Jantung Janin Abnormal ditandai dengan:
·         Denyut Jantung Janin irreguler dalam persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan adanya hipoksia.
·         Bradikardia yang terjadi di luar saat kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi.
·         Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya demam pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
3.      Predisposisi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer Arif, 1999).

4.      Tanda dan Gejala
5.      Komplikasi
a.      Ibu
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi.
b.      Janin
Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat Menimbulkan alopesi.

6.      Penatalaksanaan
Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks ( Mansjoer Arif, 1999 ).
Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7 sampai-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit ( Rustam Mochtar 1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999). Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999). Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala liahir, pentu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
1.      Tenaga vakum terlalu rendah
2.      Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
3.      Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik.
4.      Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
5.      Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
6.      Traksi terlalu kuat




C.    Asuhan Kebidanan Persalinan,Nifas,BBL dengan HIV/AIDS
a.     Definisi
HIV (Human Immunodeficliency Virus) / virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah kuman yang sangat kecil yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human Immunodeficliency Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.

b.     Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan menyerang sistim kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.
Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus HTL III (Human T.Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.
a.     Faktor resiko
b.     Tanda dan gejala
ü  AIDS
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.
a.        gejala Mayor
·        Penurunan berat badan lebih dari 10%
·         Diare kronik lebih dari satu bulan
·         Demam lebih dari satu bulan
b.       Gejala Minor
§  Batuk lebih dari satu bulan
§  Dermatitis preuritik
§  Herpes zoster recurrens
§   Kandidias orofaring
§   Limfadenopati generalisata
Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

ü  HIV
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Ø  Gejala Mayor
©      Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
©      Diare kronik lebih dari 1 bulan
©      Demam lebih dari 1 bulan
Ø  Gejala minor
©      Limfa denopati generalisata
©      Kandidiasis oro-faring
©       Infeksi umum yang berulang
©      Batuk parsisten
©       Dermatiti
c.      Penanganan
ü  Penanganan Umum
Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.
Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah.
ü  Tujuan khusus
Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
Upayakan ketersediaan uji serologic
Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
 Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom)
Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi)
A.   TBC
a.     Definisi
B.   Hepatitis B dan C
a.     Definsi
Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
b.     Predosposisi
Hepatitis virus terjadi bila virus hepatitis masuk ke dalam tubuh dan kemudian merusak sel-sel hati. Cara masuknya virus hepatitis ke dalam tubuh bisa bermacam-macam, namun yang paling sering adalah melalui makanan dan minuman (hepatitis virus A dan E), atau melalui cairan tubuh misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau hubungan seksual (hepatitis virus B, C, dan D).
c.      Patofisiologi
Hepatitis akut dapat disebabkan oleh infeksi obat, toksin, autoimun, kelainan metabolik. Hepatitis infeksi merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Hepatitis infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Virus hepatitis adalah penyebab terbanyak hepatitis infeksi. Kemajuan di bidang biologi molekuler telah membantu pengenalan dan pengertian patogenesa dari tujuh virus penyebab hepatitis sebagai manifestasi penyakit utama. Virus-virus tersebut dinamakan virus hepatotropik, yang ditandai denagn urutan abjad yaitu A, B, C, D, E, G, dan terakhir virus TT. Virus-virus lain yang juga memberi gejala hepatitis sebagai bagian dari gejala klinisnya, bukan disebut virus hepatotropik. Seperti virus herpes simplex (HSV), cytomegalo (CMV), epsteinbarr, varicella, rubella, adeno, entero, parvo B19, arbo dan HIV, gejala-gejala hepatologi pada infeksi virus-virus ini hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik. Virus A dan E tidak menyebabkan penyakit kronis, virus B, C, D merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas karena penyakit kronis. Virus G dapat memberi infeksi kronis, tetapi tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, sedang virus TT walaupun prevalensinya tinggi, tidak memberi gejala baik akut maupun kronis.

d.     Faktor resiko
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis . virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatif lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas. Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis. Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin, menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat. Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus, telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian ini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus pada kehamilan. Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
- Melewati placenta
- Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
- Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
- Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru lahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut. Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan,bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B,   dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virusB antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadap kelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiran prematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kem-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitis virus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.

e.      Tanda dan gejala
Ketika virus hepatitis masuk ke dalam tubuh maka akan timbul berbagai gejala, mulai dari yang ringan (bahkan tanpa gejala) sampai yang berat. Gejala yang dapat muncul akibat infeksi virus hepatitis diantaranya demam, nyeri otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada sebagian besar pasien, gejala-gejala tersebut akan membaik dengan sendirinya dan akan hilang sama sekali setelah 4-6 minggu, sementara sebagian kecil pasien keluhan-keluhan itu akan semakin memberat sehingga memerlukan perawatan yang khusus. Kondisi sakit seperti yang disebutkan di atas disebut sebagai hepatitis virus akut.
Bila infeksi hepatitis virus akut itu disebabkan oleh virus hepatitis A dan E, maka umumnya pasien akan sembuh total dan penyakitnya tidak berlanjut menjadi kronik. Hepatitis virus kronik dapat terjadi pada sebagian pasien yang mengalami infeksi hepatitis virus akut B, C, atau D. Seseorang dikatakan menderita hepatitis kronik bila virus hepatitis atau komponen-komponennya masih ada di dalam tubuh, dan secara perlahan tetap akan merusak sel-sel hati dan berpotensi untuk menularkan ke orang lain, walaupun gejala-gejala sudah menghilang dan secara fisik pasien sudah segar-bugar. Hepatitis kronik perlu mendapat perhatian khusus, karena penyakitnya bisa berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengecil akibat sel-sel hati banyak yang digantikan jaringan parut) dan bahkan bisa menjadi kanker hati. Diperkirakan bahwa sekitar 10 hingga 30% dari pengidap hepatitis B dan C akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Baik sirosis atau kanker hati merupakan suatu kondisi akhir dari suatu penyakit hati kronik, dengan berbagai gejala dan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa (seperti perdarahan saluran cerna, gagal hati, penurunan kesadaran, gangguan mekanisme pembekuan darah, infeksi di rongga perut yang penuh terisi cairan, sampai pada kematian).
Gejala-gejala permulaan ialah panas, anorexia, perasaan lelah, sakit kepala, mual, dan muntah, kencing tua warnanya. Kemudian timbul ikterus. Pada mual dan muntah harus diingat kemungkinan hepatitis, jangan selalu mengira bahwa mual muntah disebabkan oleh kehamilan.  
f.       Data subjektif
g.     Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
      Pengobatanya antara lain :
ü  Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal.
ü  Kontrol kadar bilirubin. Serum glutamic oksaleosetik transminase (SGOT) normalnya 17-20 unit internasional, serum glutamic piruvic transminase (SGPT) normalnya 12-17 unit internasional. Faktor pembekuan darah kerena kemungkinan ada disseminated inravaskuler coagulopaty (DIC) serta priksa HbsAg .
ü  Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi rendah protein dan tinggi karbohydrat karena makanan yang mengandung glukosa sehingga dapat mengubah metabolisme lemak dan protein ini  dan dapat meringankan  beban fungsi hati.
ü  Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurunnya kadar vitamin K.
ü  Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan ransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara periodik.  Dan dalam waktu 2x24 jam di berikan suntikan anti hepatitis serum. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Hepatitis di sebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering di jumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, peniyebab hepatitis terutama oleh virus hepatitis B walau kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau C . hepatitis juga dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya.
·         Pada trimester I dapat terjadi keguguran pada trimester II dan III sering terjadi premature.
·         Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
·         HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
·         Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu  syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
·         Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.atau vagina atau suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan baik pada ibu maupun pada bayi. Seksio sesaria adalah suatu tidakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.

A.    Saran
 Dalam menangani kasus seperti ini diharapkan mahasiswa/i dapat mengetahui Asuhan Kebidanan dari penyakit tersebut













DAFTAR PUSTAKA
-          Mochtar, Rustam. 2001. “Synopsis Obstetri” . Jakarta : EGC

-          Cunningham, F.G, dkk. 2005.Obstetri Williams EGC. Jakarta . Edisi 21 Bahasa Indonesia.EGC. –

-          Cunningham, F.G, dkk. 2006.Obstetri Williams  Edisi 21 Bahasa Indonesia.EGC. Jakarta.





1 komentar:

  1. Best Bet in China: Lucky Star Slot Review ミスティーノ ミスティーノ 카지노 카지노 dafabet dafabet 우리카지노 우리카지노 happyluke happyluke 10cric login 10cric login 1XBET 1XBET 331 goldcasino.in | 강원 랜드 랜드 홀덤

    BalasHapus