BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hepatitis di
sebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering di jumpai
dalam kehamilan. Pada wanita hamil, peniyebab hepatitis terutama oleh virus
hepatitis B walau kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau C .
hepatitis juga dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh
buruk pada janin maupun ibunya.
Pada
trimester I dapat terjadi keguguran pada trimester II dan III sering terjadi
premature.
Kehamilan merupakan peristiwa alami
yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester
pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan
kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis
wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat
sensitive dan lebih banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang
rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa
keluarga akan merasa baik.
Penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang
menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem
kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit
lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS
pertama kali ditemukan oleh Gottlieb
di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
Besarnya
persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal
tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian
dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah
fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi,
kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah
secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi
dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9). Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil
untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak
disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih
dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan
tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu
dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan
yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan
janin. (Kasdu, 2003 : 32-33). Berdasarkan hasil penelitian
terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi
pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85
% dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak
sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei
Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka
persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah
total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah
sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80
% dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9).
B.
Rumusan Maslah
1. Bagaimana
Asuhan Pada Kline dengan Pre Oprasi SC, Post Oprasi SC dan Pre tindakan Vakum
Ekstrasi dan Pasca Abortus.
C.
Tujuan
1. Untuk
Mengetahui dan Memahami Deteksi Dini pada Persalinan dan asuhan Kebidanan nifas
dan BBL dengan Infeksi HIV/AIDS, TBC, Hepatitis B dan C
2. Untuk
Mengetahui dan Memahami pada Kline dengan Preopeasi SC,Post Operasi,
Pretindakan Vakum Ekstraksi dan Pasca Abortus.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Asuhan
Pada Kline dengan Pre Operasi SC dan Pots Operasi
1. Definisi
Operasi Caesar atau
sering disebut dengan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui sayatan
dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus).Seksio sesaria adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bera janin
diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005).Seksio
sesaria adalah suatu tidakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas
500gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (siaksoft.net).
Jenis-jenis
seksio sesare :
a. Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan
sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.
b. Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
2. Etiologi
a.
Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada
primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada,
disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul) ada, sejarah kehamilan
dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi
kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang
disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalanan persalinan ( kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya ).
b.
Indikasi yang berasal dari janin.
Fetal
distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forseps ekstraksi.
3. Patofisiologis
Terjadi
kelaiana pada ibu dan kelaiana pada janin menyebabkan persalinan Normal tidak
memungkinkan akhirnya harus dilakukan SC.
4.
Predisposisi
5.
Tanda
dan Gejala
6.
Komplikasi
1. Infeksipuerperal
Komplikasi
ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti
luka kandung kencing, embolisme paru-paru,
dan sebagainya sangat
jarang terjadi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian
tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
Anjuran
Operasi
·
Dianjurkan
jangan hamil lebih kurang satu tahun dengan munggunakan alat kontrasepsi.
·
Kehamilan
berikutnya hendaknya diawasi dengam antenatal yang baik.
·
Yang dianut
adalah “Once a cesarean not always a cesarean” kecuali pada panggul sempit atau
disporposi segala pelvik.
7.
Penatalaksanaan
1. Perawatan
Pre Operasi Seksio Sesarea
a. Persiapan
Kamar Operasi
Kamar operasi telah dibersihkan dan
siap untuk dipakai Peralatan dan obat-obatan telah siap
semua termasuk kain operasi
b. Persiapan
Pasien
·
Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi.
·
Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak
keluarga pasien
·
Perawat member support kepada pasien.
·
Daerah yang akan di insisi telah
dibersihkan (rambut pubis di cukur dan sekitar abdomen telah
dibersihkan dengan antiseptic).
·
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk
mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien.
·
Pemeriksaan laboratorium (darah,
urine).
·
Pemeriksaan USG.
·
Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.
2. Perawatan
Post Operasi Seksio Sesarea.
a. Analgesia
Wanita
dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler)
setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan
dengan cara serupa 10 mg morfin.
·
Wanita
dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
·
Wanita
dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
·
Obat-obatan
antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan
pemberian preparat narkotik.
b. Tanda- tanda Vital
Tanda-tanda
vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine
serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
c. Terapi cairan dan Diet
Untuk
pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama
pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output
urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling
lambat pada hari kedua.
d. Vesika
Urinarius dan Usus
Kateter
dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya
setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah
pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif
kembali pada hari ketiga.
e. Ambula
Pada hari
pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari
tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat
berjalan dengan pertolongan.
f. Perawatan Luka
Luka
insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan
tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat
diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga
post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g. Laboratorium
Secara rutin
hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di
cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain
yang menunjukkan hipovolemia.
h. Perawatan Payudara
Pemberian
ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
i.
Memulangkan
Pasien dari Rumah Sakit
Seorang
pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari
rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu
seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang
lain.
B.
Pre
Tindakan Ekstraksi Vakum
1. Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator
vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini
dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan
tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi
pada bayi (Cuningham F 2002).
2. Patofisiologi
1)
Kelelahan pada ibu : terkurasnya tenaga
ibu pada saat melahirkan karena kelelahan fisik pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
2)
Partus tak maju : His yang tidak normal
dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang
lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kematian (Prawirohardjo, 2005).
3)
Gawat janin : Denyut Jantung Janin
Abnormal ditandai dengan:
·
Denyut Jantung Janin irreguler dalam
persalinan sangat bereaksi dan dapat kembali beberapa waktu. Bila Denyut
Jantung Janin tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini mengakibatkan
adanya hipoksia.
·
Bradikardia yang terjadi di luar saat
kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi.
·
Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap
adanya demam pada ibu (Prawirohardjo, 2005).
3.
Predisposisi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin
menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan
mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada
persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin
oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat
dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu
tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya
toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu terjadi laserasi
pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer
Arif, 1999).
4.
Tanda
dan Gejala
5.
Komplikasi
a.
Ibu
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan
perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi.
b.
Janin
Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan
ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat
direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur
dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala
(scapnecrosis), dapat Menimbulkan alopesi.
6.
Penatalaksanaan
Ibu tidur dalam posisi
lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan
mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve
block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia
inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua
bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai
dengan pembukaan serviks ( Mansjoer Arif, 1999 ).
Pada pembukaan serviks
lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina
dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi
ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak
denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2
kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7
sampai-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit ( Rustam Mochtar 1999).
Dengan adanya tenaga
negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial
(chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang,
apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan
timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah
sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999). Pada waktu melakukan tarikan ini harus
ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari
dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan
tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah
agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk
lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan
terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya
suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999). Bila his berhenti,
maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama
dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas,
sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai
hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong
segera menahan perineum. Setelah kepala liahir, pentu dibuka, udara masuk ke
dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan
episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala
membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk
terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan
disebabkan:
1.
Tenaga vakum terlalu rendah
2.
Tenaga negatif dibuat terlalu cepat,
sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh
mangkuk.
3.
Selaput ketuban melekat antara kulit
kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik.
4.
Bagian-bagian jalan lahir (vagina,
serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
5.
Kedua tangan kiri dan tangan kanan
penolong tidak bekerja sama dengan baik.
6.
Traksi terlalu kuat
C. Asuhan Kebidanan Persalinan,Nifas,BBL
dengan HIV/AIDS
a. Definisi
HIV (Human Immunodeficliency Virus)
/ virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah kuman yang sangat kecil
yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
AIDS (Aquired Immuno Deficiensy
Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human Immunodeficliency
Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan
penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.
b. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang
disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan menyerang sistim
kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.
Gallo (National Institute of Health,
USA) menemukan virus HTL III (Human T.Lymphotropic Virus) yang juga adalah
penyebab AIDS. Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula
menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun
antigenic.
a. Faktor
resiko
b. Tanda
dan gejala
ü AIDS
AIDS merupakan manifestasi lanjutan
HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa
mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak
mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita
penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1
dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala
khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan
terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS
dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala
yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat
badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah
kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan
berakibat fatal.
a.
gejala Mayor
·
Penurunan berat badan lebih dari 10%
·
Diare kronik
lebih dari satu bulan
·
Demam lebih
dari satu bulan
b. Gejala Minor
§ Batuk lebih
dari satu bulan
§ Dermatitis
preuritik
§ Herpes
zoster recurrens
§ Kandidias orofaring
§ Limfadenopati generalisata
Herpes simplek diseminata yang
kronik progresif
ü HIV
Infeksi HIV memberikan gambaran
klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa
gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat
pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala
AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama
lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV
yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi
perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan
perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh
peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling
sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab
imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian
kortikosteroid yang lama.
Ø Gejala Mayor
©
Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
©
Diare kronik lebih dari 1 bulan
©
Demam lebih dari 1 bulan
Ø Gejala minor
©
Limfa denopati generalisata
©
Kandidiasis oro-faring
©
Infeksi umum
yang berulang
©
Batuk parsisten
©
Dermatiti
c. Penanganan
ü Penanganan
Umum
Setelah dilakukan diagnosa HIV,
pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat replikasi virus. Berbagai macam
obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai macam kombinasi
obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.
Pengobatan-pengobatan ini tentu saja
memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka benar-benar mampu
memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus
yang dapat menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan
obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi
agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah.
ü Tujuan
khusus
Penapisan dilakukan sejak asuhan
antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses
konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang
perlu pemeriksaan tersebut.
Upayakan ketersediaan uji serologic
Konseling spesifik bagi mereka yang
tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
Bagi golongan risiko tinggi tetapi
hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan
kondom)
Berikan nutrisi dengan nilai gizi
yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
Lakukan terapi (AZT sesegera
mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika
CD4 menurun secara dratis
Tatalaksana persalinan sesuai dengan
pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan
prinsip pencegahan infeksi)
A. TBC
a. Definisi
B. Hepatitis
B dan C
a. Definsi
Hepatitis merupakan suatu istilah
umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati. Hepatitis dapat disebabkan
oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun,
atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
b. Predosposisi
Hepatitis virus terjadi bila virus
hepatitis masuk ke dalam tubuh dan kemudian merusak sel-sel hati. Cara masuknya
virus hepatitis ke dalam tubuh bisa bermacam-macam, namun yang paling sering
adalah melalui makanan dan minuman (hepatitis virus A dan E), atau melalui
cairan tubuh misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau hubungan seksual
(hepatitis virus B, C, dan D).
c. Patofisiologi
Hepatitis akut dapat disebabkan oleh
infeksi obat, toksin, autoimun, kelainan metabolik. Hepatitis infeksi merupakan
penyebab terbanyak hepatitis akut. Hepatitis infeksi dapat disebabkan oleh
virus, bakteri atau parasit. Virus hepatitis adalah penyebab terbanyak
hepatitis infeksi. Kemajuan di bidang biologi molekuler telah membantu
pengenalan dan pengertian patogenesa dari tujuh virus penyebab hepatitis
sebagai manifestasi penyakit utama. Virus-virus tersebut dinamakan virus
hepatotropik, yang ditandai denagn urutan abjad yaitu A, B, C, D, E, G, dan
terakhir virus TT. Virus-virus lain yang juga memberi gejala hepatitis sebagai
bagian dari gejala klinisnya, bukan disebut virus hepatotropik. Seperti virus
herpes simplex (HSV), cytomegalo (CMV), epsteinbarr, varicella,
rubella, adeno, entero, parvo B19, arbo dan HIV, gejala-gejala
hepatologi pada infeksi virus-virus ini hanya merupakan bagian dari penyakit
sistemik. Virus A dan E tidak menyebabkan penyakit kronis, virus B, C, D
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas karena penyakit kronis.
Virus G dapat memberi infeksi kronis, tetapi tidak menimbulkan gejala klinis
yang jelas, sedang virus TT walaupun prevalensinya tinggi, tidak memberi gejala
baik akut maupun kronis.
d. Faktor
resiko
Bila hepatitis virus terjadi pada
trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama
dengan gejala hepatitis . virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala
yang timbul relatif lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul
pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada
trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita
umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic
necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas. Ibu yang sangat tinggi,
dibandingkan dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III, adanya defisiensi
faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi,
menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis. Tampaknya
keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan,
bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari
keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula
meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin, menyebabkan infeksi
hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.
Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus, telah diselidiki
oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan
koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus.
Diketahui bahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi
perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan
faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam
penelitian ini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya
hepatitis virus pada kehamilan. Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi
gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada
janin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada
janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
- Melewati placenta
- Kontaminasi dengan darah dan tinja
Ibu pada waktu persalinan
- Kontak langsung bayi baru lahir
dengan Ibunya
- Melewati Air Susu Ibu, pada masa
laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi
hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada
periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus
placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat
menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in
utero atau pada janin baru lahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada
janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus.
Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari
nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang
lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi
sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak
terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis
dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian penularan virus
hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara
timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi didapatkan,
bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III. Meskipun
pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi
gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak
berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut. Ibu hamil
yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan
menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan
Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
Dilaporkan,bahwa
Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya
terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier
Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virusB antigenemia.
Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruhnya terhadap kelangsungan
kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiran prematur terjadi pada 66% kehamilan
yang disertai hepatitis virus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan
menimbulkan kem-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya
unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami
hemolitik jaundice. Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada
waktu persalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan
kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitis virus pada
Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan
placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai
perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin.
Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan
kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.
e. Tanda
dan gejala
Ketika virus
hepatitis masuk ke dalam tubuh maka akan timbul berbagai gejala, mulai dari
yang ringan (bahkan tanpa gejala) sampai yang berat. Gejala yang dapat muncul
akibat infeksi virus hepatitis diantaranya demam, nyeri otot, gejala-gejala
mirip flu (flu-like syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang
kemudian akan diikuti mata atau kulit berwarna kuning, serta buang air kecil
akan berwarna kecoklatan. Pada sebagian besar pasien, gejala-gejala tersebut
akan membaik dengan sendirinya dan akan hilang sama sekali setelah 4-6 minggu,
sementara sebagian kecil pasien keluhan-keluhan itu akan semakin memberat
sehingga memerlukan perawatan yang khusus. Kondisi sakit seperti yang
disebutkan di atas disebut sebagai hepatitis virus akut.
Bila infeksi hepatitis virus akut itu disebabkan oleh virus hepatitis A dan
E, maka umumnya pasien akan sembuh total dan penyakitnya tidak berlanjut
menjadi kronik. Hepatitis virus kronik dapat terjadi pada sebagian pasien yang
mengalami infeksi hepatitis virus akut B, C, atau D. Seseorang dikatakan
menderita hepatitis kronik bila virus hepatitis atau komponen-komponennya masih
ada di dalam tubuh, dan secara perlahan tetap akan merusak sel-sel hati dan
berpotensi untuk menularkan ke orang lain, walaupun gejala-gejala sudah
menghilang dan secara fisik pasien sudah segar-bugar. Hepatitis kronik perlu
mendapat perhatian khusus, karena penyakitnya bisa berlanjut menjadi sirosis
hati (hati mengecil akibat sel-sel hati banyak yang digantikan jaringan parut)
dan bahkan bisa menjadi kanker hati. Diperkirakan bahwa sekitar 10 hingga 30% dari
pengidap hepatitis B dan C akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati.
Baik sirosis atau kanker hati merupakan suatu kondisi akhir dari suatu penyakit
hati kronik, dengan berbagai gejala dan komplikasi yang berat dan mengancam
nyawa (seperti perdarahan saluran cerna, gagal hati, penurunan kesadaran,
gangguan mekanisme pembekuan darah, infeksi di rongga perut yang penuh terisi
cairan, sampai pada kematian).
Gejala-gejala permulaan ialah panas, anorexia, perasaan lelah, sakit
kepala, mual, dan muntah, kencing tua warnanya. Kemudian timbul ikterus. Pada
mual dan muntah harus diingat kemungkinan hepatitis, jangan selalu mengira
bahwa mual muntah disebabkan oleh kehamilan.
f. Data
subjektif
g. Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi hepatitis virus
pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Pengobatanya antara lain :
ü Penderita
harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin
dalam serum menjadi normal.
ü Kontrol kadar bilirubin. Serum glutamic oksaleosetik transminase (SGOT)
normalnya 17-20 unit internasional, serum glutamic piruvic transminase (SGPT)
normalnya 12-17 unit internasional. Faktor pembekuan darah kerena kemungkinan
ada disseminated inravaskuler coagulopaty (DIC) serta priksa HbsAg .
ü Makanan
diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi rendah protein dan tinggi karbohydrat karena
makanan yang mengandung glukosa sehingga dapat mengubah metabolisme lemak dan
protein ini dan dapat meringankan beban fungsi hati.
ü Pemakaian
obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila
terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup
berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurunnya
kadar vitamin K.
ü Janin baru
lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaan ransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara
periodik. Dan dalam waktu 2x24 jam di berikan suntikan
anti hepatitis serum. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus
bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Hepatitis di
sebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering di jumpai
dalam kehamilan. Pada wanita hamil, peniyebab hepatitis terutama oleh virus
hepatitis B walau kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau C .
hepatitis juga dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh
buruk pada janin maupun ibunya.
·
Pada
trimester I dapat terjadi keguguran pada trimester II dan III sering terjadi
premature.
·
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada
wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin
terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada
umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya
kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan
penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
·
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih
banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk
terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan
merasa baik.
·
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau
pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang
terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang
dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat
pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
·
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.atau
vagina atau suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim yang bertujuan
untuk menyelamatkan kehidupan baik pada ibu maupun pada bayi. Seksio sesaria adalah suatu tidakan untuk melahirkan bayi dengan berat
badan diatas 500gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
A.
Saran
Dalam menangani kasus seperti ini diharapkan mahasiswa/i dapat
mengetahui Asuhan Kebidanan dari penyakit tersebut
DAFTAR PUSTAKA
-
Mochtar, Rustam. 2001. “Synopsis
Obstetri” . Jakarta : EGC
-
Cunningham, F.G, dkk. 2005.Obstetri Williams EGC. Jakarta . Edisi 21 Bahasa Indonesia.EGC. –
-
Cunningham, F.G, dkk. 2006.Obstetri Williams Edisi 21 Bahasa Indonesia.EGC. Jakarta.